Posted by : Unknown Rabu, 12 Juni 2013

Orang tua merupakan orang pertama yang sangat besar peranannya dalam membina pendidikan anak, karena dari pendidikan itu akan menentukan masa depan anak. Peran dan upaya orang tua tersebut harus diperhatikan dengan baik sehingga kepribadian anak dapat tumbuh dan berkembang dengan sempurna.


Dalam hal ini Al-Husaini Abdul Majid Hasyim, mengemukakan bahwa: Anak merupakan tanaman kehidupan, buah cita-cita, penyejuk hati manusia, bunga bangsa yang sedang mekar berkembang dan putik kemanusiaan yang merupakan dasar terbitnya pagi yang cerah, hari esok yang gemilang guna merebut masa depan yang cemerlang, memelihara kedudukan umat,serta di pundaknyalah masa depan bangsa. (Al-Husaini Abdul Majid Hasyim, Pendidikan Anak…, hal. 68)

Pendapat di atas dengan jelas menyatakan bahwa mempersiapkan dan mendidik anak sebagai elemen yang membentuk keluarga, masyarakat dan bangsa. Anak merupakan unit inti yang akan membentuk unsur pertama bagi kerangka umum pembangunan bangsa yang berkembang dan penuh toleransi.

Dalam Islam dijelaskan bahwa anak merupakan amanah Allah yang tidak boleh disia-siakan, karena menyia-nyiakan anak berarti menyia-nyiakan amanah Allah Swt. Yang jelas dibebankan bagi setiap manusia supaya anak tersebut wajib dijaga, dirawat dan dipelihara dengan baik sesuai dengan norma-norma dan nilai islami. Dengan demikian orang tua berkewajiban menjaga anak-anak baik melalui pembinaan keagamaan maupun pengarahan lainnya.

Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa: “Hubungan orang tua dan anak sangat mempengaruhi jiwa anak. Baik buruknya serta bertumbuh tidaknya mental anak sangat tergantung sama orang tua”. (Safri, Peran Orang Tua Dalam Pembinaan Mental Anak, Santunan, No. 237, April 1998, hal. 15)

Dengan demikian jelaslah bahwa orang tua sangat berperan dalam perkembangan anak. Peranan orang tua sangat besar dalam membina, mendidik serta membesarkan si anak hingga menjadi dewasa. Orang tua merupakan orang pertama anak-anak belajar mendapatkan pendidikan, otomatis apa yang didapatkan anak pertama sekali semasa kecilnya akan membekas pada jiwa dan raganya di kemudian hari.

Kalau melihat peranan orang tua sebagai pendidik pertama bagi anak, maka tidak bisa dipisahkan dari peran seorang ibu. Karena ibulah sebagai pendidik yang utama dalam keluarga. Sebab sejak bayi dalam kandungan sampai bayi lahir menjadi balita dan menjadi anak-anak hingga ia dewasa, ibulah yang paling dekat dan paling sering bersama anak.

Dalam hal ini Jamaluddin mengatakan:

Perkembangan bayi tak mungkin dapat berlangsung secara normal tanpa adanya intervensi dari luar. Walaupun secara alami ia memiliki potensi dari bawaan. Seandainya dalam pertumbuhan dan perkembangannya hanya diharapkan menjadi normal sekalipun, maka ia masih memerlukan berbagai persyaratan tertentu serta pemeliharaan yang berkesinambungan. (Jamaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 202.)

Keterangan di atas menunjukkan bahwa tanpa bimbingan dan pengawasan yang teratur, anak akan kehilangan kemampuan untuk berkembang secara normal, walaupun ia memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang dengan potensi-potensi lain. Yang dapat menciptakan kebahagiaan bagi anak adalah orang tua yang merasa bahagia dan mampu memahami anaknya dari segala aspek pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani dan sosial dalam semua tingkat umur. Kemudian ia mampu memperlakukan dan mendidik anaknya dengan cara yang akan membawa kepada kebahagiaan dan pertumbuhan yang sehat.


Orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam pendidikan dan bimbingan terhadap anak, karena hal itu sangat menentukan perkembangan anak untuk mencapai keberhasilannya. Hal ini juga sangat tergantung pada penerapan pendidikan khususnya agama, serta peranan orang tua sebagai pembuka mata yang pertama bagi anak dalam rumah tangga. Dari sinilah orang tua  berkewajiban  memberi  pendidikan dan pengajaran, terutama pendidikan agama kepada anak-anaknya, guna membentuk sikap dan akhlak mulia, membina kesopanan dan kepribadian yang tinggi pada mereka. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Saw yang menyebutkan sebagai berikut:

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قاَلَ النَّبِى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُّ مَوْلَوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبْوَاهُ يَهُوْدِيْنِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْيُمَاجُسِنِهِ (رواه البخارى)

Artinya:
“Dari Abu Hurairah r.a berkata: bersabda Nabi Saw. Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi atau Nasrani atau Majusi”. (HR. Bukhari) (Abu Abdullah bin Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, Juz I. (Mesir: Maktabah al Husaini t.t) hal. 240.)

Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa baik buruknya anak sangat tergantung pada sikap dari pada orang tuanya. Seandainya orang tua akan dengki mendengki dalam praktek sehari-hari maka anak akan turut mempengaruhi, demikian pula terhadap hal-hal yang lainnya. Anak yang dilahirkan ke muka bumi ini dalam keadaan fitrah (kemampuan dasar) berupa potensi religius (nilai-nilai agama). Kemampuan dasar ini pada dasarnya adalah setiap jiwa manusia itu telah disirami dengan nilai-nilai agama Islam.( Al-Husaini Abdul Hasyim, Pendidikan Anak Menurut Islam (Terjemahan Abdullah Mahadi), cet.I (Bandung: Sinar baru Al-Gensiondo, 1994), hal. 68) Naluri agama yang dimiliki oleh manusia untuk melangsungkan kehidupannya di dunia ini merupakan suatu pedoman yang harus ditanamkan kepada anak-anak sejak dini, sehingga proses pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi agama tersebut ke arah yang sebenarnya.

Hadits di atas juga menekankan bahwa fitrah yang dibawa sejak lahir bagi anak dapat di pengaruhi oleh lingkungan. Fitrah tidak dapat berkembang tanpa adanya pengaruh positif dari lingkungannya yang mungkin dapat dimodifikasi atau dapat diubah secara drastis bila lingkungannya itu tidak memungkinkan untuk menjadikan fitrah itu lebih baik.

Abdurrahman dalam bukunya “Madkhal Ila At-Tarbiyah” menjelaskan bahwa pendidikan terdiri dari empat unsur utama, yaitu:
  1. Penjelasan terhadap fitrah (bakat)
  2. Penumbuhan potensi dan menyimpan seluruhnya
  3. Pengarahan fitrah dan potensi tersebut untuk kebaikan dan kesehatan yang sesuai dengannya
  4. Penataan dalam amaliyah pendidikan.
    (M. Arief, Menggali Manusia Melalui Proses Pendidikan, Dinamika, No. 12, 1998, hal. 9)
Peranan Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, pada diri anak harus ditanamkan nilai-nilai yang baik, karena anak sejak lahir telah membawa potensi dan bakat, dan potensi yang ada pada diri anak tersebut harus diarahkan kepada hal-hal yang baik.

Pendidikan berawal dari lingkungan keluarga, yaitu kedua orang tua kemudian dilanjutkan dengan lingkungan masyarakat dan pendidikan formal (sekolah). Ketiga sumber pendidikan (tri pusat pendidikan) tersebut harus merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan saling menunjang.

Di rumah orang tua dapat mengajarkan dan menanamkan dasar-dasar keagamaan kepada anak-anaknya, termasuk di dalamnya dasar-dasar bernegara, dan berperilaku baik serta berhubungan sosial lainnya. (M.Arif, Menggali, hal. 84) Orang tua juga sangat berpengaruh dalam pendidikan agama. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Luqman: 17

يَا بُنَيَّ أَقِمُ الصَّلاَةَ وَأمْرُبِالْمَعْـرُوْفِ وَانْهَى عَنِ الْمُنْكَرُوا وَلصَّبْرُعَلىَ مَاأَصَابَكَ اِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزَمِ اْلاُ مُوْرِ(لقمن:17)

Artinya: "Hai anakku dirikan shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan Allah Swt" (QS Luqman : 17)

Maksud ayat di atas adalah usaha penerapan pendidikan agama yang diusahakan oleh kedua orang tua sebagai langkah awal adalah dengan menyuruh shalat yang dilaksanakan melalui latihan-latihan secara rutin.

Zakiah Daradjat mengatakan: “Anak-anak sebelum dapat memahami sesuatu pengertian kata-kata yang abstrak seperti benar  dan salah, baik dan buruk, kecuali pengalaman sehari-hari dari orang tua dan saudara-saudaranya”. (Zakiah Daradjat, Pendidikan Rumah Tangga Dalam Pembinaan Mental (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) hal 42)

Di sinilah letak peran orang tua terhadap pendidikan anak yaitu dengan memberikan pemahaman dengan kata-kata, berbuat dan bertindak. Contoh kehidupannya sehari-hari bercorak dari tindak tanduk orang tuanya. Selanjutnya Ibnu Sina mengatakan bahwa: “Anak-anak harus dibiasakan dengan hal-hal terpuji semenjak ia kecil”.( Ibnu Sina, Majalah Santunan, no 24, Tahun ke IV 1978. Hal 35) Contohnya adalah seperti menyuruh anak untuk shalat, bersikap santun terhadap orang tua, bersikap sopan terhadap orang lain dan berbuat baik terhadap sesama.

Pembinaan ini merupakan tanggung jawab sepenuhnya oleh orang tua, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Sina di atas. Karena orang tua merupakan orang yang pertama dikenal anak, maka hal ini adalah mutlak dan wajib dikerjakan, karena merupakan perintah dari Allah.

Pendidikan dari lingkungan keluarga (prasekolah) merupakan pendidikan yang pelaksanaannya dilakukan sejak lahir, misalnya mulai dengan mengazankannya, mendidik dan memperlakukannya sesuai dengan ajaran agama Islam. Orang tua sebagai kepala keluarga haruslah berusaha semaksimal mungkin menciptakan situasi rumah tangga yang harmonis, melaksanakan ajaran agama dengan tekun dan disiplin, menempatkan segala tindak tanduknya (gerak-geriknya) yang baik dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan ajaran dan petunjuk agama. (Ibnu Sina, Majalah…, hal. 59) Firman Allah Swt dalam surat At-Tahrim ayat 6:

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا قُوْا اَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارَا...(التحر يم: 6)
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka….."(QS At-Tahrim : 6).

Ayat di atas menunjukkan bahwa memberikan pendidikan kepada anggota keluarga merupakan suatu kewajiban supaya terhindar dari siksaan api neraka. Berarti dalam hal ini melindungi diri dari kehancuran, juga melindungi keluarga dari kehancuran api neraka. Sebagaimana dibutuhkannya perlindungan hari akhirat, maka lebih dibutuhkan perlindungan di masa kehidupan di dunia. Karena yang kita tanamkan di masa hidup di dunia, akan dipetik hasilnya di akhirat nanti.

Pendidikan yang di berikan oleh orang tua bagi anak harus mencakup seluruh aspek kemanusiaan, baik segi kejiwaan, fisik, intelektual dan sosial. Pendidikan tidak boleh hanya menekankan pada satu segi saja dengan mengabaikan yang lain. Berbagai potensi dan kecenderungan fitrah perlu dikembangkan secara bertahap dan berproses menuju kondisi yang lebih baik.

Pendidikan prasekolah ini juga dasar dari pada terbentuknya watak dan perilaku anak, yang dilakukan pada masa pendidikan sekolah nanti. Pendidikan sekolah merupakan lanjutan pendidikan yang telah diterima anak di dalam lingkungan keluarga, di mana pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang memberikan bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan serta pendidikan moral anak yang pelaksanaannya selalu disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi terpendam dan tersembunyi dalam diri anak. Anak itu laksana lautan dalam yang penuh mutiara dan bermacam-macam ikan, tetapi tidak tampak oleh pandangan mata. Ia masih berada di dasar laut, ia perlu kepada orang yang ahli mengambilnya supaya mutiara itu bisa menjadi perhiasan dan ikan menjadi makanan bagi manusia.

Hal ini juga pernah dinyatakan oleh seorang filosof Jerman yaitu Schopenhouer, yang dikenal dengan teori Nativisme. Teori ini menyatakan bahwa: “Bayi lahir dengan pembawaan baik atau pembawaan buruk. Pembawaan yang bersifat kodrati dari kelahiran yang tidak dapat di rubah oleh pengaruh alam sekitar atau pendidikan”. (M. Sufi Abdullah dan Nurdin Nafie, Dasar-Dasar Pendidikan (Banda Aceh: FKIP Unsyiah, 1984), hal. 3)

Dengan demikian tiap anak yang lahir telah membawa bakatnya sendiri dari kandungan ibunya berupa potensi baik atau buruk yang akan nampak pada kehidupan anak di masa yang akan datang yang tidak dapat diubah. Anak mempunyai berbagai bakat dan kemampuan yang kalau pandai orang tua menggunakannya, maka anak akan menjadi kebanggaan bagi orang tuanya, masyarakat dan agama.

Hasan Langgulung mengemukakan bahwa: “Pendidikan menurut pandangan individu adalah menggarap kekayaan yang terdapat pada setiap individu agar dapat dinikmati oleh individu itu sendiri dan oleh masyarakat serta mengantarkan anak menjadi mandiri”. (Hasan Langgulung, Azas-Azas ..., hal. 4)

Dalam hal ini Zahar Idris juga mengemukakan sebagai berikut:

Pendidikan adalah serangkaian kegiatan komunikasi yang bertujuan antara manusia dewasa dengan si anak didik secara tatap muka atau dengan perkembangan media dalam rangka memberikan bantuan terhadap mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, agar menjadi manusia yang bertanggung jawab. (Zahar Idris, Dasar-Dasar Pendidikan (Bandung: Angkasa Raya, t.t), hal. 10)

Dengan demikian pendidikan berusaha mengadakan perkembangan dan pertumbuhan ke seluruh aspek pribadi individu agar anak-anak dapat berkomunikasi baik dan mempersiapkannya untuk kehidupan yang mulia serta berhasil dalam suatu masyarakat.

Orang tua berkewajiban membimbing anak supaya terbinanya ketenangan dan ketertiban dalam masyarakat. Orang tua juga harus mengajarkan anak-anak  supaya menghindari dan mencegah orang-orang yang berbuat kemungkaran sebagaimana sabda Nabi Saw:
عَنْ أَبِى سَعَدْ اَلْخُدْرِى رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرُهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ ( رواه مسلم)

Artinya: “Dari Abu Said Al Khudri r.a berkata : "Saya telah mendengar Rasulullah Saw bersabda: "Siapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah dicegah dengan tangannya (kekuasaan), jika tidak sanggup hendaklah dengan lidahnya, jika tidak sanggup pula hendaklah dengan hatinya yang demikian itu adalah selemah-lemah iman”. (Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz I (Mesir, Isa Al-Bay Al-Halaby, t.t) hal 39)

Berdasarkan hadits tersebut jelaslah bahwa ada tiga cara untuk mencegah kemungkaran, yang pertama dengan kekuasaan, kedua dengan memberikan nasehat dan peringatan, dan yang ketiga dengan membenci perbuatan yang mungkar. Di sinilah letak peran orang tua juga termasuk masyarakat serta lembaga-lembaga terkait agar membimbing anak supaya tidak menjadi pelaku kemungkaran. Peranan orang tua menurut hadits di atas adalah supaya orang tua memberi pelajaran, bimbingan dan nasehat kepada anaknya supaya menghindari dan mencegah kemungkaran serta membedakan mana yang baik dan tidak baik. Di samping orang tua, masyarakat juga sangat berperan dalam membimbing anak-anak serta mengarahkannya supaya menjauhi perbuatan yang mungkar, misalnya dengan memberi contoh yang baik dalam kehidupan masyarakat.

Sehubungan dengan ini Muhammad Athiyah Al-Absrasyi mengemukakan bahwa:

Dalam bergaul dengan anak-anak, kita harus melihat posisi diri kita, kemampuan ilmu kita dan cara berpikir kita, bahkan juga harus dipikirkan tentang posisi anak, pengetahuan dan pikiran anak tentang ilmu yang dimiliki serta lingkungannya. Dan ketika kita berpikir tentang posisi anak, jangan menggunakan kaca mata orang dewasa, tetapi harus dengan menggunakan cara berpikir anak. (Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Psikolgi Pendidikan Anak (Bandung: Angkasa Raya) hal. 88)

Pendapat di atas dengan jelas mengemukakan bahwa dalam mendidik anak, orang tua harus dapat mengetahui cara berpikir anak dan tidak menyamakan cara berpikirnya anak dengan orang dewasa.

Maka dalam hal ini ada beberapa langkah yang mungkin dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam peranannya mendidik anak, antara lain adalah:


1.    Orang Tua Sebagai Panutan

Anak selalu becermin dan bersandar kepada lingkungannya yang terdekat. Dalam hal ini tentunya lingkungan keluarga yaitu orang tua. Orang tua harus memberikan teladan yang baik dalam segala aktivitasnya kepada anak.( Mhd. Tabrani. ZA, Kajian…, hal. 120) Jadi orang tua adalah sandaran utama anak dalam melakukan segala pekerjaan, kalau baik didikan yang diberikan oleh orang tua, maka baik pula pembawaan anak tersebut.


2.    Orang Tua Sebagai Motivator Anak
Anak mempunyai motivasi untuk bergerak dan bertindak, apa bila ada sesuatu dorongan dari orang lain, lebih-lebih dari orang tua. Hal ini sangat diperlukan terhadap anak yang masih memerlukan dorongan. Motivasi bisa membentuk dorongan, pemberian penghargaan, pemberian harapan atau hadiah yang wajar, dalam melakukan aktivitas yang selanjutnya dapat memperoleh prestasi yang memuaskan. (Mhd. Tabrani. ZA, Kajian…,  hal. 123) Dalam hal ini orang tua sebagai motivator anak harus memberikan dorongan dalam segala aktivitas anak, misalnya dengan menjanjikan kepada anak akan hadiah apabila nanti dia berhasil dalam ujian. Karena dengan motivasi yang diberikan oleh orang tua tersebut anak akan lebih giat lagi dalam belajar.

3.    Orang tua sebagai cermin utama anak.
Orang tua adalah orang yang sangat dibutuhkan serta diharapkan oleh anak. Karena bagaimanapun mereka merupakan orang yang pertama kali dijadikan sebagai figur dan teladan di rumah tangga. Dan selain itu orang tua juga harus memiliki sifat keterbukaan terhadap anak-anaknya, sehingga dapat terjalin hubungan yang akrab dan harmonis antara orang tua dengan si anak, dan begitu juga sebaliknya. Sehingga nantinya dapat diharapkan oleh anak sebagai tempat berdiskusi dalam berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan pendidikan, ataupun yang berkaitan dengan pribadinya. (Muhammad Taqi Falsafi, Anak Antara Kekuatan Gen dan Pendidikan (Bogor: Cahaya, 2003), hal. 83) Di sinilah peranan orang tua dalam menentukan akhlak si anak. Kalau orang tua memberikan contoh yang baik, maka anak pun akan mengambil contoh baik tersebut, dan sebaliknya.

4.    Orang tua sebagai fasilitator anak (Muhammad Taqi …, hal. 87)

Pendidikan bagi si anak akan berhasil dan berjalan baik, apabila fasilitas cukup tersedia. Namun bukan semata-mata berarti orang tua harus memaksakan dirinya untuk mencapai tersedianya fasilitas tersebut. Akan tetapi, setidaknya orang tua sedapat mungkin memenuhi fasilitas yang diperlukan oleh si anak, dan ini tentu saja ditentukan dengan kondisi ekonomi yang ada.

Selain dari hal tersebut di atas orang tua semestinya juga dapat diajak untuk bekerja sama dalam mendapatkan dan memperoleh inovasi sistem belajar mereka yang efisien dan efektif, sehingga anak tetap terkoordinir sebagaimana mestinya. Peranan Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Popular Post

Blogger templates

Diberdayakan oleh Blogger.

Pages - Menu

Blogger templates

Blogger templates

- Copyright © CURUG LAWE -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -