Posted by : Unknown Rabu, 29 Mei 2013




PENDAHULUAN
Bab delapan ini akan membahas mengenai “kebutuhan dan teknik pengidentifikasiannya,” dalam hal ini teknik yang biasa dan dapat digunakan untuk menjaring ‘kebutuhan yang dirasakan’ (feel needs) ataupun ‘masalah’ (problems) yang dirasakan oleh anggota komunitas. Pada bab ini dibahas secara singkat mengenai kebutuhan dan lima bentuk teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah pada tingkat komunitas.
Disamping itu, pada bab ini juga akan dibahas secara singkat tentang metode participatory rural appraisal (PRA) yang memfokuskan pada upaya pengidentifikasian kebutuhan dan potensi masyarakat dengan menitikberatkan pada proses pembelajaran masyarakatr daaalam rangka memberdayakan masyarakat.

RUMUSAN MASALAH     
Proses assesment adalah suatu tahap dalam pengembangan masyarakat yang membantu pelaku perubahan untuk mengetahui apa yang ingin mereka lakukan (knowing what they want to do) berdasarkan pada pengetahuan tentang kondisi apa yang sudah mereka capai saat ini.
Oleh karena itu, proses assesment menjadi salah satu tahapan yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pengembangan masyarakat karena assesment adalah suatu proses pengidentifikasian kebutuhan (termasuk didalam masalah yang dirasakan masyarakat) serta potensi yang ada pada masyarakat. Ada berbagai alasan mengapa comunity worker melakukan assesment, antara lain:
1.      Akan memulai suatu program baru
2.      Akan memperluas suatu program yang ada ke area yang baru
3.      Akan memulai suatu kerja sama dengan rekanan yang baru
4.      Akan melakukan perubahan arah dari program yang ada sehingga diperlukan suatu tujuan dan data base yang baru.
Upaya mengumpulkan data dari masyarakatmerupakan hak yang sangat diperlukan karena comunity worker belum tentu mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat karena masyarakat itu bersifat dinamis. Begitu pula dengan data tentang potensi dan kebutuhan masyarakat yang dapat berubah dari bulan ke bulan dan dari hari ke hari.
Terkait dengan kebutuhan masyarakat, dibawah ini akan dibahas secara ringkas tentang topik ini secara singkat karena kebutuhan masyarakat adalah topik yang sangat penting dan tidak bisa dilepaskan dalam pembahasan pengembangan masyarakat sebagai bagian dari intervensi komunitas yang mengandalkan masukan data dari masyarakat.
A.    Kebutuhan Masyarakat
Konsep “kebutuhan “ menjadi salah satu unsur penting dalam pembahasan ini karena proses  pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh sutu human service organization haruslah memerhatikan usulan dari komunitas sasaran agar dapat memberikan layanan yang tepat dan dibutuhkan. Akan tetapi, masalah dapat terjadi bila usulan yang diberikan masyarakat bukan kebutuhan (needs), tetapi keinginan (wants) mereka. Were dan goodin (1990:1) membedakan antara konsep kebutuhan dan keinginan, melalui gambaran singkat sebagai berikut: seorang yang menderita anoreksia nervosa (gangguan kejiwaan yang menyebabkan individu tidak mau makan atau bila terpaksa makan, ia akan berusaha sedapat mungkin untuk mengeluarkan makanan tersebut, misalnya dengan memuntahkannya). Sebenarnya mempunyai kebutuhan akan makanan, tetapi dia tidak menginginkannya.
Goodin (1990:12-29) mleihat bahwa kebutuhan tidaklah selalu bersifat absolut. Ia berpandangan bahwa kebutuhan mempunyai dua komponen yang perlu diperhatikan karena kedua komponen ini berpengaruh dalam pendefenisian kebutuhan yaitu:
1.      Prioritas; dan
2.      Kerelatifan
        Terkait dengan prioritas, pihak yang memiliki otoritas (authority) sering kali harus mengarahkan bila terjadi konflik antara memuaskan keinginan masyarakat dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Bila terjadi hal ini, comunity worker harus sedapat mungkin untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan bukannya keingina masyarakat.
Komponen berikutnya dari kebutuhan adalah kerelatifan dari kebutuhan itu sendiri. Goodin melihat kebutuhan sering kali lebih bersifat relatif daripada absolut. Pihak yang lain meyakini bahwa kebutuhan itu banyak pula yang bersifat absolut melihat bahwa akan kebutuhan sandang (pakaian), pangan (makanan), dan papan(perumahan) merupakan kebutuhan yang absolut. Lebih dalam dari sekedar menggeneralisasikan kebutuhan menjadi kebutuhan sandang, pangan, papan, Goodin melihat bahwa kebutuhan itu bersifat relatif dan sangat tergantung dengan unsur waktu, tempat dan lingkungan sosial.
Tentunya dapat dibayangkan bila suatu organisasi pelayanan masyarakat hanya memberikan bantuan pakaian, pangan dan rekreasi secara insidental pada saat-saat tertentu saja, seperti pada bulan ramadhan, hari raya idul adha, dan sebagainya. Pengkajian kebutuhan dapat berguna bukan saja untuk komunitas sasaran, tetapi juga untuk pengembangan organisasi dan kredibilitas organisasi itu sendiri.
Disamping tipologi yang dikembangkan Goodin dalam melihat kebutuhan dari segi absolut dan relatifnya, kebutuhan masyarakat juga dapat dilihat dari tipologi yang lain. Salah satu yang sudah digunakan secara konvensional adalah tipologi dari bridshow (1972), kattner (1990), dan ife (2002). Tipologi ini membagi kebutuhan menjadi empat bentuk atau kategori, yaitu:
1.      Kebutuhan normatif (normative need), yaitu kebutuhan yang didefinisikan oleh mereka (sekelompok orang) yang memiliki otoritas dan disesuaikan dengan standar ataupun norma yang ada. Misalnya, garis kemiskinan
2.      Kebutuhan yang dipersepsikan (perceived need) atau dikenal juga dengan nama kebutuhan yang dirasakan (felt need). Percieved ataupun felt need ini merupakan kebutuhan yang dipikirkan harus mereka dapatkan ataupun kebutuhan yang dirasakan oleh komunitas sasaran.  Hal ini biasanya dapat terlihat dari hasil pengumpulan data pada komunitas sasaran.
3.      Kebutuhan yang diekspresikan (expressed need) merupakan kebutuhan yang diungkapkan oleh komunitas sasaran dan mencari berbagai layanan(service) untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
4.      Kategori terakhir adalah kebutuhan yang oleh kettner (1990:50) disebut dengan nama kebutuhan relatif (relative need), sedangkan Ife(2002:62) menyebutnya dengan nama kebutuhan komperatif (comparative need).
Dari berbagai kebutuhan kategori tersebut terlihat bahwa kebutuhan dalam masyarakat bukan hanya berawal dari satu cara pandang. Ada berbagai cara pandang yang dapat saling melengkapi dan membantu untuk memahami kebutuhan masyaraka. Begitu pula yang terkait dengan upaya untuk mendapatkan atau menggali data tentang kebutuhan masyarakat.
Penggalian data tentang kebutuhan masyarakat dapat dilakukan secara kuantitatif, misalnya dengan menyebarkan kuesioner ke komunitas sasaran. Akan tetapi, dapat dilakukan secara kualitatif, mesalnya melalui proses diskusi, wawancara individual yang tidak testruktur (unstructured interview) ataupun wawancara semitestruktur (semistructured interview). Salah satu bentuk yang cukup terkait dengan perencanaan partisipatoris adalah dengan melakukanpengumpulan data melalui metode participatory appraisal.
B.     Studi Kepustakaan dan Metode Delphi Sebagai Teknik Pengidentifikasian Masalah Dan Potensi Masyarakat Melalui Pendekatan Kuantitatif
Terkait dengan pengidentifikasian makalah yang sering kali juga merupakan kebutuhan yang dirasakan (felt needs) dan kebutuhan yang diekspresikan (expressed needs), ada beberapa startegi yang dapat dan bisa digunakan oleh comunity worker secara khusus ataupun organisasi pelayanan masyarakat secara umum. Salah satu teknik untuk mengidentifikasikan kebutuhan secra kuantitatif adalah dengan menggunakan studi kepustakaan ataupun metode delphi (green dan kreuter:1987)
1.      Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan salah satu dari metode untuk mengidentifikasikan masalah yang mungkin paling sering digunakan dalam langkah awal untuk mengidentifikasikan suau masalah dan juga paling dikenal oleh para peneliti maupun praktis yang bergerak dibidang kesejahteraan sosial. Studi kepustakaan ini dapat dilakukan antara lain dengan menelusuri data statistik yang dimiliki oleh suatu instansi, departemen ataupun sumber sumber lainnya. Berdasarkan data statistik ini petugas( dalam hal ini comunity worker) mulai menganalisis data tersebut berdasarkan indikator-indikator tertentu.
Sealain itu, studi kepustakaan ini dapat pula digunakan untuk melihat kondisi sosial dan ekonomi suatu masyarakat. Disamping itu, suatu studi kepustakaan bisa juga di ambil dari beberapa penelitian kualitatif yang membahas mengenai berbagai proyek yang dikerjakan pada suatu komunitas atau dapat pula melihat pada suatu studi yang membahas adat dan kebiasaan masyarakat disuatu daerah. Studi kualitatif sering kali dapat memberikan gambaran yang lebih mendetail mengenai apa yang terjadi suatu masyarakat, dibandingkan dengan studi kuantitatif yang berdasrkan fungsinya memang diarahkan pada upaya memetakan suatu fenomena sosial.
2.      Metode Delphi
Metode ini menggunakan serangkaian kuesioner sebagai alat untuk mengidentifikasikan masalah ataupun kebutuhan. Metode ini dikembangkan oleh Linstone dan Turoff, tetapi Gilmore lebih lanjut meringkaskan metode tersebut, sebagi berikut:
a.       Defenisikan isu yang akan dibahas
b.      Tentukan siapa saja yang akan dijadikan partisipan dalam penelitian atau pengidentifikasian ini
c.       Mengembangkan kuesioner pertama
d.      Kembangkan kuesioner kedua
e.       Kembangkan kuesioner ketiga
f.       Analisis akhir                                                           
C.     Metode Delbecq Sebagai Teknik Pengidentifikasian Masalah Dan Potensi Masyarakat Melalui Pendekatan Kualitatif
Salah satu metode untuk melakukan assesment melalui pendekatan kualitatif adalah dengan metode Delbecq.  Berbeda dengan metode Delphi yang menekankan pada prinsip prinsip kuantitatif,metode Delbecq mempunyai kelebihan dalam hal adanya interaksi antar partisipan. Perbedaan antara asumsidasar metode Delphi dan metode Delbecq ini, serupa dengan perbedaan asumsi dasar ,dari pendekatan kuntitatif dan pendekatan kualitatif, dimana pihak pertama mengandalkan pada keobjektifan data, sedangkan pihak berikutnya melihat kesubjektifan data itu justru yang dapat menggambarkan realitas yang sebenarnya dari suatu masyarakat.
D.    PRA Sebagai Metode Pengidentifikasian Masalah dan Potensi Masyarakat Secara Kualitatif
Participaotory Rural Apraisal (PRA) merupakan salah satu bentuk tertentu dari penelitian kualitatit yang digunakan untuk mendapat pemahaman yang mendalam tentang situasi komunitas. PRA adalah suatu proses dimana komunitas  akan menganalisis situasi yang mereka hadapi dan mengambil keputusan tentang bagaimana cara untuk mengatasi permasalahan yang ada. Selain istu, PRA juga dikenal metode dan pendekatan pembelajaran mengenai kondisi dan kehidupan komunitas, dari, dengan, dan untuk masyarakat sendiri.
Karena PRA merupakan metode assesment yang berupaya mengoptimalisasi aspirasi masyarakat, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan keyika comunity worker melakukan PRA. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1.      Prinsip yang mengutamakan mereka kurang beruntung atau terabaikan. Dari prinsip ini diharapkan pelaku perubahan sebagai comunity worker akan dapat mengetahui cara pandang dan kondisi sebenarnya dari mereka yang berada pada kondisi yang kurang diuntungkan.
2.      Prinsip pemberdayaan masyarakat (penguatan dan pembelajaran). Prinsip ini menekankan proses assesment dan perencanaan program yang dilakukan denganPRA ini merupakan suatu proses pemberdayaan yang intinya terjadi melalui proses pembelajaran orang dewasa (adult education).
3.      Prinsip saling belajar dan menghargai perbedaan. Terkait dengan perubahan yang terjadi dan akan terjadi pada komunitas sasaran, vomunity worker harus berusaha mendorong agar terwujud perasaan saling menghargai perbedaan yang ada pada berbagai kelompok masyarakat dalam suatu komunitas
4.      Prinsip triangulasi. Pengertian Triangulasi ini bermakna dalam proses PRA akan terjadi proses pengecekan ulang (check andre-check) atas berbagai masukan yang ada guna mendapatkan gambaran yang lebih utuh tentang apa yang terjadi dalam suatu masyarakat ataupun mengetahui dengan lebih tepat bagaimana kondisi masyarakat yang sebenarnya, dan bukan hanya berdasarkan masukan yang bersumber dari suatu kelompok tertentu.
5.      Prinsip santai dan informal. Dalam suatu proses PRA comunity worker yang sedang menggali data dari masyarakat harus berusaha melakukan wawancara secara santai sehingga suasana wawancara tidak menjadi suasana yang formal dan menegangkan.
6.      Prinsip upaya mengoptimalkan hasil bagi masyarakat. Prinsipini merupakan uatu yang harus sangat diperhatikan dalam suatu proses assesment yang partisipatifkarena mereka mebuat perencanaan pada dasarnya ada luntuk kepentingan masyarakat.
7.      Prinsip keberlanjutan.  Prinsip ini menekankan bahwa upaya yang dilakukan adalah PRA pada akhirnya harus dapat dilanjutkan oleh masyarakat ketika comunity worker sudah tidak berada bersama komunitas tersebut.
8.      Prinsip orientasi praktis. Prinsip ini menekankan bahwa PRA dilakukan bukan sekedar untuk mengumpulkan data dari masyarakat, tetapi akan ditindaklanjuti dengan melakukan program aksi
9.      Prinsip terbuka. Prinsip ini menekankan bahwa metode PRA adalah metode yang terbuka dan membuka kesempatan untuk menambahkkkan berbagai teknik pengummmpulan data yang berrrsifat partisipatoris dan bermanfaat bagi masyarakat.

Dalam kaitan dengan pelaksanaan metode PRA ini, comunity worker dapat mengumpulkan data melalui berbagai macam cara yaitu:
1.      Studi data sekunder (secondary sources), misalnya dengan menggali data dari laporan proyek, catatan-catatan program ataupun data penelitian, data base, micro fiche, dan sebagainya.
2.      Melalui pengamatan langsung (direct observation). Misalnya dengan mengamati kejadian-kejadian khusus, aktivitas, relasi antarwarga, kebiasaan masyarakat, dan sebagainya. Pengamatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi dan dapat pula tanpa menggunakan pedoman observasi.
3.      Wawancara semi-terstruktur (semi structured interview)
Berbagai tekni pengumpulan data diatas dapat dilakukan secara bersamaan untuk memaksimalkan hasil dan membantu comunity worker agar dapat lebih memahami kondisi kualitas hidup masyarakat.
E.     Beberapa Teknik Dalam PRA Sebagai Metode Pengidentifikasian Masalah dan Potensi Masyarakat Secara Kualitatif

Dalam kaitan dengan teknik pengidentifikasian kebutuhan dalam aset komunitas, ada berbagai teknik PRA yang dapat digunakan. Dibawah ini akan diuraikan secara singkat beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan dan menganalisis kebutuhan, masalah ataupun potensi yang ada di masyarakat sebagai suatu kesatuan agar nanti dapat dikembangkan program aksi yang lebih menjawab kebutuhan masyarakat.
1.      Matriks Prioritas Masalah
Teknik ini pada intinya ingin mengajak komunitas sasaran untuk terlibat aktif dalam proses pengidentifikasian kebutuhan dan aset yang ada pada komunitas memeraka. Dalam membuat matriks ini, comunity worker dapat menggunakan diskusi kelompok (wawancara terhadap kelompok ) guna menggali berbagai pandangan yang ada pada komunitas sasaran. Ada beberapa tahapan dalam pelaksanaan teknik ini, anatara lain:
a.       Membentuk kelompok diskusi.
b.      Jelaskan tujuan dan aturan main pada partisipan
c.       Sediakan selembar kertas dan ajukan satu pertanyaan saja.
d.      Berikan kesempatan pada masing-masing peserta untuk menjawab pertnyaan yang diajukan
e.       Mulailah proses diskusi
f.       Berikan tanda bintang (*) pada kolom seberapa sering masalah dirasakan.
g.      Klarifikasikan masalah partisipan
h.      Berikan tanda bintang (*) kepda kolom seberapa serius masalah tersebut dirasakan masyarakat
i.        Klarifikasikan jawaban partisipan
j.        Laksanakan penghitungan suara
2.      Pemetaan Partisipatoris (participatory Mapping)
Teknik ini dapat digunakan untuk membantu masyarakatuntuk dapat mengidentifikasikan di area mana saja dilingkungan mereka suatu masalah (terutama masalah yang dirasa sangat mengganggu masyarakat) itu sering terjadi, serta potensi-potensi yang terkait dengan aset komunitas. Disamping itu melalui pemetaan ini, comunity worker dspst membantu masyarakat untuk menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi dimasyarakat. Langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat peta ini adalah sebagai berikut:

a.       Membentuk kelompok diskusi
b.      Jelaskan tujuan dan aturan main pada partisipan
c.       Fasilitator meminta salah seorang partisipan untuk menggambarkan daerah mereka
d.      Fasilitator meminta salah seorang parpatisipan untuk melengkapi gambar daerah meraka
3.      Alur sejarah masalah dan perubahan di masyarakat (time-line history)
Teknik ini dapat digunakan untuk membantu masyarakat agar dapat mengidentifikasikan alur sejarah timbulnya masalah di daerah mereka dan perubaha-perubahan apa saja yang terjadi terkait dengan berkembangnya daerah mereka. Comunity workwer dapat berinteraksi dengan warga masyarakat guna menggali data lebih mendalam sehingga diakhirvproses pembuatan time-line-history ini comunity worker akan dapat memahami lebih jauh tentang apayang terjadi dikomunitas tersebut.
4.      Diagram Venn Hubungan Antarlembaga
Teknik ini pada dasarnya mencoba menggambarkan hubungan antarlembaga ataupun antarinstusidalam suatu komunitas.  Diagram venn ini digunakan untuk menggambargak kedekatan dan jarak antara satu organisasi dengan organisasi lain.  Penerapan teknik ini mempunyai kemiripan dengan cara membuat peta partisipatoris maupun time-line-histori.
 awalnya mereka hanya diminta menggambarkan lingkaran-lingkaran yang mengkaitkan keberadaan lembaga dengan para partisipan sebagai bagian komunitas yang lebih luas. Dalam pembuatan diagram venn, seperti pada teknik yang lain, konfirmasi terhadap warga masyarakat selalu dilakukan agar menumbuhkan rasa kebersamaan dan rasa memiliki pada setiap warga yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Keempat teknik pengidentipikasian kebutuhan dan aset komunitas diatas, merupakan sebagian dari teknik yang dapat digunakan ketika melakukan assesment dengan metode PRA karena masih ada berbagai teknik pengumpulan data dalam PRA yang tidak dibahas dalam buku ini, tetapi dapat bermanfaat bila comunity worker mau menggunakan teknik tersebut guna mengetahui kondisi masyarakat lebih jauh.
5.      Wawancara Individual
Terkait denagnwawancara simestruktur ataupun wawancara tidak terstruktur ataupun wawancara tidak terstruktur ang dilakukan secara perseorangan (individual interview) ada beberapa hal yangharus diperhatikan oleh comunity worker , antara lain sebagai berikut:
a.       Sebelum memulai wawancara comunity worker harus berusaha menciptakan suasana relaks sehinnga partisipan dapat lebih terbuka
b.      Memulai dengan salam dan menjelaskan tujuan pertemuan, serta menegaskan bahwa comunity worker sebenarnya hendak belajar dari komunitas tersebut.
c.       Comunity worker memulai wawancara dengan menanyakan hal yang mudah terlebih dahulu,agar partisipan terjalin kedekatan dengan pewancara dan bukannya merasa pusing dengan pertanyaan yang diajukan oleh pewancara.
d.      Comunity worker dalam melakukan wawancara haruslah berusaha menciptakan  mengembangkan diskusi dengan warga masyarakat
e.       Pewancara dalam proses wawancara harus berupaya agar berfikiran terbuka, objektif, dan kritis terhadap informasi yang disampaikan masyarakat karena tidak jarang ada informasi yang tidak sebenarnya yang disampaikan oleh warga agar mereka nantinya akan mendapat keuntungan yang lebih besar bila program sudah dijalankan.
f.       Dalam proses wawancara, pewancara jangan terlalu cepat menginterupsi pernyataan yang dikeluarkan warga masyarakat.
g.      Selama proses wawancara, pewancara harus berusaha memerhatikan sinyal nonverbal yang disampaikan oleh informan
h.      Dalam proses wawancar, pewancara harus berusaha menghindari menggunakan pertanyaan yang mengarahkan (leading question) ataupun memberikan penilaian (value judgment)
i.        Sebagai ancar-ancar waktu, suatu wawancara individual sebaiknya tidak dilakukan lebih dari 45 menit untuk satu informan.












           

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Popular Post

Blogger templates

Diberdayakan oleh Blogger.

Pages - Menu

Blogger templates

Blogger templates

- Copyright © CURUG LAWE -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -