Posted by : Unknown
Selasa, 14 Mei 2013
PENDAHULUAN
Sejauh
ini hampir semua kemampuan pemikiran (thought) manusia didominasioleh
pendekatan filsafat. Pengetahuan manusia yang dihasilkan melalui proses
berpikir selalu digunakannya untuk menyingkap tabir ketidaktahuan dan mencari
solusi masalahkehidupan. Akan tetapi, sebelum sampai pada pembicaraan ilmu
pengetahuan,seharusnya yang harus dibicarakan terlebih dahulu ialah mengenai
bagaimana proses berpikir manusia (thinking process) sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan padamanusia. Pengetahuan pada manusia secara garis
besar terbagi kedalam dua bagian.Pertama, konsepsi (tassawur) yaitu pengetahuan
sederhana dan kedua, pembenaran(thasdiq) yaitu pengetahuan yang mengandung
suatu penilaian .
Artinya,
proses berpikir yang manusia lakukan melalui dua tahapan yang saling melengkapi
yaitu; pengetahuan yang pertama kali muncul berupa konsepsi (tassawur) atau
pengetahuansederhana dan seterusnya manusia melalui pikirannya melakukan
pembenaran(thasdhiq) atau dari pengetahuan sederhana (tassawur) sampai kepada
ilmu pengetahuan, pengetahuan sederhana itu diberi pembenaran sesuai dengan
keyakinanmanusia yang diyakininya. Selanjutnya, untuk memahami pengetahuan
sebagai sesuatuyang natural (alamiah) dari sudut pandang manusia diperlukan
uraian psikologi, yaitu penjelasan atau uraian tentang proses mental yang
bersifat subjektif yang dikaitkandengan hal-hal empirik yang bersifat objektif,
dari hal itu diharapkan dapat berpengaruh pada penguasaan manusia terhadap data
konkrit sehingga dapatmendukung pada pembenaran pengetahuan.
Pergerakan
yang dialami oleh pengetahuan sederhana menuju pada pembenaranilmu pengetahuan
sehingga menjadi ilmu pengetahuan diperlukan sebuah landasan dan proses
sehingga ilmu pengetahuan (science atau sains) dapat dibangun. Landasan dan
proses pembangunan ilmu pengetahuan itu merupakan sebuah penilaian
(judgement)yang dilibatkan pada proses pembangunan ilmu pengetahuan. Dalam
pembangunganilmu pengetahuan juga diperlukan beberapa tiang penyangga agar ilmu
pengetahuandapat menjadi sebuah paham yang mengandung makna universalitas.
Beberapa tiang penyangga dalam pembangunan ilmu pengetahuan itu sebenarnya
berupa penilaianyang terdiri dari ontologi, epistemologi dan aksiologi .
Perlunya
penilaian dalam pembangunan ilmu pengetahuan alasannya adalah agar pembenaran
yang dilakukanterhadap ilmu pengetahuan dapat diterima sebagai pembenaran
secara umum. Sampaisejauh ini, didunia akademik panutan pembenaran ilmu
pengetahuan dilandaskan pada proses berpikir secara ilmiah. Oleh karena itu,
proses berpikir di dunia ilmiahmempunyai cara-cara tersendiri sehingga dapat
dijadikan pembeda dengan proses berpikir yang ada diluar dunia ilmiah. Dengan
alasan itu berpikir ilmiah dalam ilmu pengetahuan harus mengikuti cara filsafat
pengetahuan atau epistemologi, sementaradalam epistemologi dasar yang menjiwai
dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah disebut filsafat
ilmu.
Teori
Pengetahuan
Pengetahuan
(knowledge atau ilmu) adalah bagian yang esensial- aksidenmanusia, karena
pengetahuan adalah buah dari "berpikir ". Berpikir ( atau
natiqiyyah)adalah sebagai differentia ( atau fashl) yang memisahkan manusia
dari sesama genus-nya, yaitu hewan. Dan sebenarnya kehebatan manusia dan
"barangkali" keunggulannyadari spesies-spesies lainnya karena
pengetahuannya. Kemajuan manusia dewasa initidak lain karena pengetahuan yang
dimilikinya. Lalu apa yang telah dan ingindiketahui oleh manusia ? Bagaimana
manusia berpengetahuan ? Apa yang ia lakukandan dengan apa agar memiliki
pengetahuan ? Kemudian apakah yang ia ketahui itu benar ? Dan apa yang mejadi
tolak ukur kebenaran ?Pertanyaan-pertanyaan di atas sebenarnya sederhana sekali
karena pertanyaan- pertanyaan ini sudah terjawab dengan sendirinya ketika
manusia sudah masuk ke alamrealita.
Namun
ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan pisau ilmumaka tidak
menjadi sederhana lagi. Masalah-masalah itu akan berubah dari sesuatuyang mudah
menjadi sesuatu yang sulit, dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatuyang
rumit (complicated). Oleh karena masalah-masalah itu dibawa ke dalam pembedahan
ilmu, maka ia menjadi sesuatu yang diperselisihkan dan
diperdebatkan.Perselisihan tentangnya menyebabkan perbedaan dalam cara
memandang dunia (worldview), sehingga pada gilirannya muncul perbedaan
ideologi. Dan itulah realita darikehidupan manusia yang memiliki aneka ragam
sudut pandang dan ideologi.Atas dasar itu, manusia -paling tidak yang menganggap
penting masalah-masalah diatas- perlu membahas ilmu dan pengetahuan itu
sendiri. Dalam hal ini, ilmutidak lagi menjadi satu aktivitas otak, yaitu
menerima, merekam, dan mengolah apayang ada dalam benak, tetapi ia menjadi
objek. Para pemikir menyebut ilmu tentangilmu ini dengan epistemologi (teori
pengetahuan atau nadzariyyah al ma'rifah).Epistemologi menjadi sebuah kajian,
sebenarnya, belum terlalu lama, yaitusejak tiga abad yang lalu dan berkembang
di dunia barat.
Sementara
di dunia Islamkajian tentang ini sebagai sebuah ilmu tersendiri belum populer.
Belakangan beberapa pemikir dan filusuf Islam menuliskan buku tentang
epistemologi secara khusus seperti,Mutahhari dengan bukunya
"Syinakht", Muhammad Baqir Shadr dengan "Falsafatuna"-nya,
Jawad Amuli dengan "Nadzariyyah al Ma'rifah"-nya dan Ja'far Subhani
dengan"Nadzariyyah al Ma'rifah"-nya. Sebelumnya, pembahasan tentang
epistemologi di bahas di sela-sela buku-buku filsafat klasik dan mantiq. Mereka
-barat- sangat menaruh perhatian yang besar terhadap kajian ini, karena situasi
dan kondisi yang merekahadapi. Dunia barat (baca: Eropa) mengalami ledakan
kebebasan berekspresi dalamsegala hal yang sangat besar dan hebat yang merubah
cara berpikir mereka. Merekatelah bebas dari trauma intelektual.
Adalah
Renaissance yang paling berjasa bagimereka dalam menutup abad kegelapan Eropa
yang panjang dan membuka lembaransejarah mereka yang baru. Supremasi dan
dominasi gereja atas ilmu pengetahuan telahhancur. Sebagai akibat dari
runtuhnya gereja yang memandang dunia dangan pandangan yang apriori atas nama
Tuhan dan agama, mereka mencoba mencarialternatif lain dalam memandang dunia
(baca: realita). Maka dari itu, bemunculan berbagai aliran pemikiran yang
bergantian dan tidak sedikit yang kontradiktif. Namunsecara garis besar
aliran-aliran yang sempat muncul adalah ada dua, yakni aliranrasionalis dan
empiris. Dan sebagian darinya telah lenyap. Dari kaum rasionalis
munculDescartes, Imanuel Kant, Hegel dan lain-lain. Dan dari kaum empiris
adalah AugusteComte dengan Positivismenya, Wiliam James dengan Pragmatismenya,
Francis Bacondengan Sensualismenya.
Berbeda
dengan barat, di dunia Islam tidak terjadi ledakan seperti itu, karenadalam
Islam agama dan ilmu pengetahuan berjalan seiring dan berdampingan,meskipun
terdapat beberapa friksi antara agama dan ilmu, tetapi itu sangat sedikit
danterjadi karena interpretasi dari teks agama yang terlalu dini. Namun secara
keseluruhanagama dan ilmu saling mendukung. Malah tidak sedikit dari ulama
Islam, juga sebagaiilmuwan seperti : Ibnu Sina, al Farabi, Jabir bin al Hayyan,
al Khawarizmi, Syekh alThusi dan yang lainnya. Oleh karena itu, ledakan
intelektual dalam Islam tidak terjadi.Perkembangan ilmu di dunia Islam relatif
stabil dan tenang.
Filsafat
Filsafat
berasal dari bahasa Yunani yang telah di-Arabkan. Kata ini barasal daridua kata
"philos" dan "shopia" yang berarti pecinta pengetahuan.
Konon yang pertamakali menggunakan kata "philoshop" adalah Socrates.
Dia menggunakan kata ini karenadua alasan, Pertama, kerendah-hatian dia.
Meskipun ia seorang yang pandai dan luas pengetahuannya, dia tidak mau menyebut
dirinya sebagai orang yang pandai. Tetapi diamemilih untuk disebut pecinta
pengetahuan.Kedua, pada waktu itu, di Yunani terdapat beberapa orang yang
menganggap dirimereka orang yang pandai (shopis). Mereka pandai bersilat lidah,
sehingga apa yangmereka anggap benar adalah benar. Jadi kebenaran tergantung
apa yang merekakatakan.
Kebenaran
yang riil tidak ada. Akhirnya manusia waktu itu terjangkit skeptis,artinya
mereka ragu-ragu terhadap segala sesuatu, karena apa yang mereka anggap benar
belum tentu benar dan kebenaran tergantung orang-orang shopis. Dalam
keadaanseperti ini, Socrates merasa perlu membangun kepercayaan kepada manusia
bahwakebenaran itu ada dan tidak harus tergantung kepada kaum shopis. Dia
berhasil dalamupayanya itu dan mengalahkan kaum shopis. Meski dia berhasil, ia
tidak ingindikatakan pandai, tetapi ia memilih kata philoshop sebagai sindiran
kepada merekayang sok pandai. Kemudian perjuangannya dilanjutkan oleh Plato, yang
dikembangkanlebih jauh oleh Aristoteles. Aristoteles menyusun kaidah-kaidah
berpikir dan berdalilyang kemudian dikenal dengan logika (mantiq)
Aristotelian.Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang
dimiliki manusia.
Mereka
membagi filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat teoritis dan filsafat
praktis.Filsafat teoritis mencakup: (1) ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika,
biologi, ilmu pertambangan dan astronomi; (2) ilmu eksakta dan matematika; (3)
ilmu tentangketuhanan dan methafisika. Filsafat praktis mencakup: (1)
norma-norma (akhlak); (2)urusa rumah tangga; (3) sosial dan politik.
Peran
Filsafat Ilmu Dalam Ilmu Pengetahuan
Ilmu
pengetahuan (dalam hal ini pengetahuan ilmiah) harus diperoleh dengancara
sadar, melakukan sesuatu tehadap objek, didasarkan pada suatu sistem,
prosesnyamenggunakan cara yang lazim, mengikuti metode serta melakukannya
dengan cara berurutan yang kemudian diakhiri dengan verifikasi atau pemeriksaan
tentangkebenaran ilimiahnya (kesahihan). Dengan demikian pendekatan filsafat
ilmumempunyai implikasi pada sistematika pengetahuan sehingga memerlukan
prosedur,harus memenuhi aspek metodologi, bersifat teknis dan normatif
akademik. Padakenyataannya filsafat ilmu mengalami perkembangan dari waktu ke
waktu, perkembangannya seiring dengan pemikiran tertinggi yang dicapai manusia.
Olehkarena
itu filsafat sains modern yang ada sekarang merupakan output
perkembanganfilsafat ilmu terkini yang telah dihasilkan oleh pemikiran
manusia.Filsafat ilmu dalam perkembangannya dipengaruhi oleh pemikiran yang
dipakaidalam membangun ilmu pengetahuan, tokoh pemikir dalam filsafat ilmu yang
telahmempengaruhi pemikiran sains modern yaitu Rene Descartes (aliran
rasionalitas) danJohn Locke (aliran empirikal) yang telah meletakkan dasar rasionalitas
dan empirisme pada proses berpikir.Kemampuan rasional dalam proses berpikir
dipergunakan sebagai alat penggaliempiris sehingga terselenggara proses
“create” ilmu pengetahuan. Akumulasi penelaahan empiris dengan menggunakan
rasionalitas yang dikemas melaluimetodologi diharapkan dapat menghasilkan dan
memperkuat ilmu pengetahuanmenjadi semakin rasional.
Akan
tetapi, salah satu kelemahan dalam cara berpikir ilmiahadalah justru terletak
pada penafsiran cara berpikir ilmiah sebagai cara berpikir rasional, sehingga
dalam pandangan yang dangkal akan mengalami kesukaranmembedakan pengetahuan
ilmiah dengan pengetahuan yang rasional.Oleh sebab itu, hakikat berpikir
rasional sebenarnya merupakan sebagian dari berpikir ilmiah sehingga
kecenderungan berpikir rasional ini menyebabkanketidakmampuan menghasilkan
jawaban yang dapat dipercaya secara keilmuanmelainkan berhenti pada hipotesis
yang merupakan jawaban sementara.
Kalau
sebelumnya terdapat kecenderungan berpikir secara rasional, maka dengan meningkatnya
intensitas penelitian maka kecenderungan berpikir rasional ini akan beralih
pada kecenderungan berpikir secara empiris. Dengan demikian penggabungan cara
berpikir rasional dan cara berpikir empiris yang selanjutnya dipakai dalam
penelitian ilmiah hakikatnya merupakan implementasi dari metode ilmiah. Berdasarkan
terminologi, empiris mempunyai pengertian sesuatu yang berdasarkan pemerhatian
atau eksperimen, bukan teori , atau sesuatu yang berdasarkan pengalaman
(terutama yang diperoleh dari penemuan, percobaan, pengamatan yang telah
dilakukan).