Posted by : Unknown Jumat, 17 Mei 2013

A. AQIDAH
1. Pengertian Iman
Kata iman berasal dari bahasa Arab yang artinya percaya.
 Menurut istilah, iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.

2. Pengertian Taqwa
Dari segi bahasa berasal daripada perkataan “wiqayah”  yang diartikan “memelihara”. Maksud dari pemeliharaan itu adalah memelihara hubungan baik dengan Allah SWT., memelihara diri daripada sesuatu yang dilarangNya. Melaksanakan segala titah perintahNya dan meninggalkan segala laranganNya.
Iman dan taqwa dalam beberapa ayat al Qur’an maupun hadits Nabi disebutkan antara lain dikaitan dengan rukun iman, manifestasi iman, tanda-tanda orang yang beriman, penghargaan atau janji Allah pada orang-orang yang beriman sebagai berikut:
Rukun iman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا آَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu Telah sesat sejauh-jauhnya” (al Nisa’: 136 ).

Manifestasi orang beriman:
عن أبي هريرة قال قال رسول الله  صلى الله عليه وسلم  ثم   من كان يؤمن بالله  واليوم الآخر فلا يؤذ جاره ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت
Artinya:
Dari Abu Hurairah ia berkata Rasulullah SAW bersabda “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir maka janganlah ia menyakiti tetangganya, barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memulyakan tamunya, serta barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah dengan santun atau lebih baik diam”

عن أنس بن مالك عن النبي  صلى الله عليه وسلم قال ثم لا يؤمن أحدكم  حتى يحب لأخيه أو قال لجاره ما يحب لنفسه
Artinya :
Dari Anas bin Malik Rasulullah bersabda “tidaklah dikatakan beriman (secara sempurna) seseorang diantara kalian sehingga ia mencintai saudara atau tetangganya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِين عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134)
Artinya:
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.(QS. Ali Imran: 134)

Tanda-tanda orang yang beriman:
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ (135)
Artinya:
 135.  Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri[229], mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui.(QS. Ali Imran:134)

Penghargaan bagi orang beriman: 
وَبَشِّرِ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (البقرة :25)
Artinya:
Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang Suci dan mereka kekal di dalamnya[QS. Al Baqarah:32].

Demikian pula pengertian taqwa dikaitkan pula dengan tanda-tanda orang yang bertaqwa atau manifestasi taqwa serta penghargaan Allah terhadap orang-orang yang bertaqwa sebagai berikut:
Tanda orang bertaqwa:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِين عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134)
Artinya:
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.(QS. Ali Imran: 134)
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ (135)
Artinya:
 135.Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri[229], mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui.(QS. Ali Imran:135)

Penghargaan bagi mereka yang bertakwa:
أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ (136)
Artinya:
Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.(al Imran:136)

 إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (15)
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air-mata air (yang mengalir). (al Hijr: 45)

Iman kepada Allahmerupakan pokok keimanan yang menjiwai seluruh rukun iman lainnya yakni suatu kepercayaan yang mantap dan kepercayaan itu menyebabkan orang tersebut melakukan kehidupannya sesuai dengan keimanannya itu. Keimanan seseorang tidak dapat diketahui dari kepercayaan dan ucapannya saja, keimanan seseorang dapat diketahui dari perbuatannya dalam menjalani hidup.
Karena itu dalam sejumlah ayat al Qur’an disebutkan bahwa kata iman senantiasa diikuti dengan “amal shalih”. Dari perilaku tersebut sebatas manusia dapat mengenali bagaiman kualitas iman seseorang yang jelas berbeda dengan ukuran Allah Yang Maha Tahu.
Adapun keenam rukun iman yaitu iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab Allah, iaman kepada para rasul, iman kepada hari akhir, dan iman kepada qadla’ dan qadar merupakan landasan atau fundasi bagi orang yang menyatakan dirinya sebagai muslim beserta konsekwensinya. Dari landasan kepercayaan yang kokoh sesuai dengan petunjuk Allah ini seseorang disebut memiliki aqidah. Kata aqidah secara bahasa disebut pula “rabth”  yang artinya tali, pegangan. Aqidah merupakan keyakinan yang keluar dari interpretasi ajaran yang dipastikan kebenarannya (berdasarkan wahyu). Dari aqidah inilah dibangun syari’ah dan etika moral yang menjadikan kesempurnaan hidup manusia sebagai hamba Allah yang mampu melakukan hubungan vertikal dengan benar dan baik kepada Dzat Yang Maha Sempurna, dan melakukan hubungan baik dengan sesama manusia.

3. Sifat-sifat Allah
Untuk mengantarkan seseorang tidak terkecuali dia sebagai pendidik dan tenaga kependidikan yang berperan sebagai uswah hasanah (contoh yang baik) bagi anak didiknya, Islam mengajarkan agar kita memahami, menghayati dan melakukan kebaikan yang bersumber dari sifat-sifat Allah dengan cara sesuai batas-batas kemanusiaannya. Misalnya sifat Nafsiyah yakni sifat yang berhubungan dengan zat Allah SWT, yaitu: Wujud  ( ada ). “Wujud” artinya ada, mustahil Allah bersifat “adam” artinya tidak ada. Allah wajib ada. Alam ini atau setiap makhluk ada yang membuatnya (Khalik) yaitu Allah SWT.   
Sifat Salbiyah:  sifat yang menolak dan meniadakan sebaliknya, hukum kausalitas ( hukum sebab akibat ), yaitu Wujud (Ada), Qidam (Lebih dahulu), Baqa’ (Kekal), Mukhalafatu li al Hawaditsi ( berbeda dengan Makhluk-Nya), Qiyamuhu binafsihi (berdiri sendiri), Wahdaniyah ( Esa ). Sifat ma’na, yaitu memastikan yang disifati itu bersifat dengan sifat tersebut Qudrat (Maha Berkuasa), Iradah (Maha Berkehendak), Ilmu  ( Maha Mengetahui ), Hayat ( Maha Hidup ), Sama’ (Maha Mendengar ), Bashar ( Maha Melihat ). Sedangkan sifat yang bergantung dan berhubungan dengan sifat ma’ani. Tiap-tiap ma’ani tentu ada sifat ma’nawiyah, yakni kelanjutan daripada sifat ma’ani dan bukan merupakan sifat tersendiri. Sifat ma’nawiyah ada tujuh yaitu : Qadiran (Maha Kuasa), Muridan (Maha Berkehendak), Aliman (Maha Mengetahui), Hayyan (Maha Hidup), Sam’an (Maha Mendengar), Bashiran (Maha Melihat), Mutakalliman (Maha berfirman).
Melalui pemahaman terhadap sifat-sifat Allah, kita dapat megambil hikmah antara lain sebagai berikut: Pertama, menghiasi diri dengan sifat-sifat yang baik sebatas kemanusiaannya, sebab manusia dengan keterbatasannya berusaha untuk melakukan yang terbaik sesuai dengan petunjuk Allah SWT; Kedua, menumbuhkan rasa kagum, iman dan taqwa kepada Allah melalui sifat-sifatNya Yang Agung, dengan demikian kita merasa sebagai makhluk kecil, lemah, tidak berdaya, hanya Allah Yang Maha Besar dan Maha Segalanya; Ketiga, menempatkan diri sebagai hamba Allah yang taat dan senantiasa berbuat baik, sebab Allah menyediakan balasan bagia siapa saja yang taat dengan balasan tertentu maupun yang ma’shayat kepadaNya akan mendapat adzabNya; Keempat, menumbuhkan rasa kasih sayang, menghormati sesama, jujur, pemaaf, tawakal, qana’ah, optimis, kreatif dan bertanggung jawab sehingga sikap dan perilaku kita akan terkontrol dengan baik; Kelima, mengingat Allah kapan dan di mana saja kita berada.

4. Sifat-sifat Wajib bagi Rasul
Disamping memahami sifat-sifat wajib bagi Allah, kita juga wajib memahami dan mencontoh Rasulullah melalui sifat-sifat wajibnya yaitu:
Shiddiq: Artinya setiap Rasul itu wajib berkata, bersikap, dan berbuat benar dalam kehidupannya, mustahil para Rasul sebagai utusan Allah SWT itu berdusta didalam menyampaikan wahyu yang datangnya dari Allah, karena para Rasul itu senantiasa terjaga dari perbuatan dosa (maksum).
Amanah: Setiap Rasul yang diutus oleh Allah SWT wajib berlaku amanah baik terhadap Allah SWT maupun terhadap umatnya, tidak mungkin para Rasul itu berkhianat terhadap yang diamanatkan oleh Allah kepadanya
Tabligh: Para utusan Allah SWT pasti menyampaikan wahyu yang ia terima kepada umatnya. Ia tidak menambah atau mengurangi wahyu Allah SWT tersebut. Ia sampaikan semua wahyu Allah kepada semua manusia tanpa melihat suku, ras , atau pangkat dan kedudukan. Seorang Rasul tidak mungkin menyembunyikan apa yang ia peroleh dari wahyu Allah SWT.
Fathanah: Tugas para Rasul itu sangat berat, berbagai rintangan, tantangan, dan hambatan senantiasa berada di depan mereka pada saat melaksanakan misi dakwah, para Rasul dituntut untuk bisa menyelesaikan dan mengatasi berbagai persoalan yang ada pada umatnya, untuk itu para Rasul diberi  sifat fathonah  (kecerdasan) oleh Allah sehingga dapat menyelesaikan semua persolan yang dihadapinya, mustahil para utusan Allah itu bersifat bodoh (baladah).

5. Asma al husna
Kebaikan Allah SWT tersebut tergambar pada seluruh Al-Asma’ul Husna. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa Al-Asma’ul Husna
انّ لله تسعة وتسعين اسمامائةالا واحدامن احصا ها دخل الجنة[رواه البخاري ومسلم]
Artinya:“Seseungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, yaitu seratus kurang satu, barangsiapa menghitungnya, niscaya ia masuk surga.(H.R. Bukhari dan Muslim)
Jumlahnya 99, sebagaimana diterangkan dalam hadits berikut:    Dari sembilan puluh sembilan nama tersebut semuanya menjelaskan dan menggambarkan betapa baiknya Allah SWT tersebut. Al-Asma’ul Husna hanya milik Allah SWT. Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya dapat memahami, mempelajari dan meniru kandungan makna dari nama-nama yang baik tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya diucapkan ketika berzkir atau berdoa. Ketika berdoa, nama-nama dalam Al-Asma’ul Husna kita baca dan kita pilih sesuai dengan permintaan kita. Misalnya kita mohon diberi sifat kasih saying, maka bacalah Ar-Rahman, artinya Maha Pengasih. Bila kita mohon petunjuk, maka yang kita baca adalah Al-HAdi, yang berartu MAha Pemberi Petunjuk, dan demikian selanjutnya dengan nama-nama yang lain.
Asma al husna adalah nama-nama baik milik Allah yang mengandung makna sangat dalam jika kita mampu menggalinya pada setiap nama tersebut. Disebutkan dalam ayat al Qur’an:
 ولله الا سماءالحسنى فا د عوه بها و ذرواالّذين يلحدون في اسما ئه سيجزون ما كانوايعملون
Artinya:“Hanya milik Allah Al-Asma’ul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Al-Asma’ul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya.nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. Al-A’raf,7:180)
Ayat tersebut mengandung beberapa maksud sebagai berikut:
a. Allah pemilik nama-nama yang baik.
b. Sumber kebaikan yang tak tertandingi dan terbantahkan.
c. Memohon kepada Allah melalui nama-namaNya Yang Baik.
d. Larangan menyebut nama-nama lain yang menyesatkan keimanan dan kebenaran.
e. Balasan baik bagi orang yang menyebut, mengingat, berdoa dengan namaNya disertai dengan iman, dan sebaliknya bagi orang yang mengingkari akan mendapatkan balasan atas perbuatannya.
Adapun contoh Nama-nama Allah dan bagaimana mengimplementasikan nama-nama baik bagi Allah dalam kehidupan manusia, misalnya  Al Aziz (Maha Perkasa), Al Wahhab (Maha Pemberi), Al Fattah (Maha Pemberi Keputusan), Al Qayyum (Maha Berdiri Sendiri), Al Hadi (Maha Pemberi Petunjuk), Al Salam ( Maha Sejahtera), Al Khaliq (Maha Pencipta), Al Ghaffar (Maha Pengampun), Al Adl (Maha Adil), Al Shabur (Maha Sabar)
   

B. IBADAH
1. Pengertian Ibadah
Ibadah berasal dari kata “abdun” : menyembah, taat, menggambarkan kekokohan, tumbuhan yang harum. Ibadah juga dipahami sebagai ritus atau tindakan ritual yang merupakan elemen penting dari setiap aliran kepercayaan atau agama. Merupakan manifestasi dan pembuktian pernyataan iman.
Muhammad Abduh memmaknai ibadah adalah sebagai berikut:
Suatu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya, akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap apa (siapa) yang kepadanya ia harus tunduk, (rasa) tidak diketahui sumbernya, serta (akibat) adanya keyakinan bahwa yang Dia (yang kepadaNya seseorang itu tunduk) memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau oleh arti dan hakekatnya. Maksimal  yang dapat diketahui adanya bahwa Dia menguasai seluruh jiwa raganya, namun Dia berada di luar jangkauannya.

2. Hakekat Ibadah
Ja’far al Shadiq merumuskan bahwa hakekat  ibadah mencakup tiga unsur yaitu:
a. Si pengabdi tidak menganggap apa yang dimiliki menjadi miliknya, karena apa yang dimiliki adalah miliki yang memiliki dirinya.
b. Berusaha melaksanakan perintah yang kepadanya ia mengabdi.
c. Tidak memastikan apa yang dilakukan kecuali atas ijin kepada siapa ia mengabdi kepadanya.

3. Macam-macam Ibadah
Ibadah mahdlah adalah ibadah yang merupakan pembuktian kepatuhan dalam melaksanakan perintah Allah SWT. Ibadah yang didalamnya tidak dicampuri kemanfaatan lain kecuali kebaktian dan kepasrahan total kepada Allah. Ibadah ini adalah ibadah yang sifatnya rigid (tauqifi) sesuai dengan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah seperti Shalat, Zakat, Puasa, Haji
Ibadah ghoiru mahdhah atau ibadah mustfadah adalah ibadah yang dapat diambil manfaatnya dari ibadah itu sendiri.
Dalam al Qur’an disebutkan:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (163)
“Katakanlah, ‘sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk ALLAH SWT,Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulahyang diperintahkan kepadaku,,, “ (Al – An’am: 162-163).

4. Prinsip Ibadah yang baik dan benar
a. Sesuai dengan rukun dan syarat: Sebagaimana telah disebut diatas ibadah mahdhah  adalah ibadah yang sifatnya  rigid artinya harus dilaksanakan sesuai dengan contoh Rasulullah. Setiap ibadah memiliki syarat-syarat yang jika tidak dipenuhi ibadah tersebut tidak sah. Demikian juga sahnya ibadah tergantung pada rukun-rukunnya. Jika dua hal ini diabaikan maka ibadah bukan hanya tidak sah tetapi juga kehilangan makna.
b. Ikhlas dan penuh kesadaran: Pengertian ikhlas terbagi beberapa bagian: Pertama, ikhlas ialah mengkhususkan tujuan semua perbuatan kepada Allah SWT semata. Pengkhususan ini mengharuskan tujuan perbuata itu hanya untuk-Nya, bukan yang lain. Kedua, ikhlas ialah melupakan pandangan manusia, sehingga hanya melihat Sang Pencipta alam. Orang yang menangis kerena takut kepada Allah SWT, memberikan infaq, atau mengerjakan shalat di tengah ribuan, bahkan jutaan orang akan tetap ikhlas karena tidak menggubris pandangan manusia tadi. Ia hanya melihat pandangan Allah SWT semata. Ketiga, ikhlas diartikan dengan tidak memaksudkan perbuatan agar dilihat orang, namun memaksudkan agar dilihat oleh Allah SWT.
Sebagaiman firman Allah :
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا
“Dialah Allah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan kebenaran agar menjelaskan keseluruhan agamaNya dan cukup lah Allah SWT sebagai saksi…” ( Al-Fath: 28 )
c.Istiqamah: Secara bahasa, kata istiqamah merupakan bentuk mashdar (infinitif) dari kata istaqama, yastaqimu yang artinya lurus, teguh, dan konsisten. Namun, pengertian secara bahasa ini belumlah cukup untuk mewujudkan istiqamah sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT. Oleh karena itu, ulama tasawuf mendefinisikan bahwa istiqamah adalah bersikap konsisten terhadap pengakuan iman dan Islam, serta dengan tulus mengabdikan diri kepada Allah SWT untuk mengharapkan ridha-Nya di dunia dan akhirat. Dari sekian banyak definisi yang dikemukakan para ulama, dapat dipahami bahwa dalam beristikamah ada dua hal pokok yang harus dipenuhinya. Pertama, beriman kepada Allah SWT. Kedua, mengikuti risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW, baik secara lahir maupun batin. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa orang yang istiqamah adalah orang yang bisa mengaktualisasikan nilai keimanan, keIslaman, dan keihsanan dalam dirinya secara total. Meski untuk bisa mencapai tingkatan istiqamah itu terasa amat sulit, namun harus tetap berusaha dan ber-munajah sebatas kemampuan. Sebab, seperti dikatakan Ibnu Katsir dalam menjelaskan ayat istiqamah (QS Hud:112) ini, bahwa istiqamah merupakan media yang paling baik untuk mendapatkan pertolongan Allah SWT dalam menghadapi berbagai kesulitan duniawi.

5. Hikmah ibadah
Allah adalah al-Hakim, pemilik hikmah, tidak ada sesuatu yang Dia syariatkan kecuali ia pasti mengandung hikmah, tidak ada sesuatu dari Allah yang sia-sia dan tidak berguna karena hal itu bertentangan dengan hikmahNya, sebagai manusia dengan keterbatasan tidak mungkin mengetahui dan mengungkap seluruh hikmah yang terkandung dalam apa yang Allah syariatkan dan tetapkan, apa yang kita ketahui dari hikmah Allah hanyalah sebagian kecil, dan yang tidak kita ketahui jauh lebih besar, “Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Al-Isra`: 85). Sekecil apapun dari hikmah Allah dalam sesuatu yang bisa kita ketahui, hal itu sudah lebih dari cukup untuk mendorong dan memacu kita untuk melakukan sesuatu tersebut karena pengetahuan tentang kebaikan sesuatu mendorong orang untuk melakukannya.

a. Hikmah ibadah shalat
1) Menyakini kebesaran Allah
2) Membentengi diri dari perbuatan fakhsay’ dan munkar
3) Meningkatkan kesucian diri lahir dan bathin
4) Sikap disiplin dan tanggung jawab
5) Kebersamaan dalam naungan Allah
6) Kepemimpinan, keteladanan bagi imam, dan ketaatan bagi ma’mum

b. Hikmah ibadah zakat
1) Membersihkan diri melalui harta sebagai karunia Allah
2) Menumbuhkan solidaristas sosial (kasih sayang)
3) Pemerataan kesejahteraan ekonomi
4) Meningkatkan ketaatan kepada Allah
5) Mengatasi kemiskinan dan kesenjangan sosial

c. Hikmah ibadah puasa
Dalam QS. Al Baqarah ayat a183 ditegaskan
d. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (183)
Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebsgaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kalian bertaqwa
Dari ayat tersebut di atas, perintah puasa dimulai dari sasarannya yaitu orang-orang yang beriman. Iman merupakan landasan dilaksanakannya ibadah puasa untuk membangun kesadaran bahwa setiap orang yang merasa dirinya sebagai orang yang beriman menyadari pentingnya berpuasa. Ayat ini tidak menentukan siapa yang mewajibkannya, sehingga dipahami bahwa andaikat Allah tidak mewajibkan, maka yang mewajibkan adalah dirinya sendiri. Demikian pula jika dilihat dari kapan dimulainya tradisi puasa dalam agama-agama, maka puasa merupakan ajaran agama yang telah dilakukan sejak zaman kuno. Sebelum manusia mengenal agama samawi, puasa telah menjadi praktik ritual kepercayaan-kepercayaan bangsa-bangsa di dunia. Puasa dikenal di kalangan pemeluk Yahudi, Budha, Kristen, Hindu dan berbagai kepercayaan yang hidup di masyarakat dengan ragam tatalaksananya.
Tujuan puasa yang terkandung dalam ayat tersebut adalah mencetak manusia yang bertaqwa yaitu terhindar dari segala macam sanksi dan dampak buruk baik di dunia maupun di akhirat. Untuk meraih ketaqwaan melalui puasa ini, seseorang dianjurkan melaksanakan kewajiban puasa dengan niat yang sungguh-sungguh, memenuhi rukun dan syaratnya, serta mampu mengambil hikmah yang terkandung di dalamnya. Adapun secara rinci beberapa hikmah puasa adalah sebagai berikut:
1) Mempertahankan ketaqwaan
2) Melatih kejujuran
3) Menumbuhkan rasa empati pada fakir-miskin
4) Menahan hawa nafsu/ mengontrol diri
5) Menghindari dari penyakit
6) Melatih kedisiplinan
7) Menumbuhkan rasa sabar dan syukur kepada Allah

e.Hikmah ibadah haji
Haji merupakan suatu lambang dari puncak ”ketangguhan pribadi” dan puncak ”ketangguhan sosial”. Haji adalah sublimasi dari keseluruhan rukun iman; lambang perwujudan akhir dari langkah-langkah rukun Islam. Haji merupakan langkah penyelarasan nyata antar suara hati dan aplikasi. ia juga merupakan simbol langkah sempurna; transformasi dari suatu pemikiran yang ideal (fitrah) ke alam nyata secara sempurna. Secara singkat haji adalah wujud keselarasan antara idealisme dan langkah, keselarasan antara iman dan Islam.
Secara prinsip haji adalah langkah yang berpusat kepada Allah SWT dimana segala tujuan tak lagi berprinsip kepada yang lain. Seperti yang dikatakan Covey:”pusat prinsip (principle center) anda, kesadaran diri (self awareness) anda, dan suara hati (conscience) anda dapat memberikan rasa aman intrinsik, pedoman serta kebijaksanaan yang memberi kekuatan kepada anda untuk menggunakan kehendak bebas anda serta mempertahankan integritas pada hal yang benar-benar penting”.
Secara sosial haji merupakan simbol dari kolaborasi tertinggi, yaitu pertemuan pada sekala tinggi, dimana seluruh umat Islam sedunia melaksanakan core values atau nilai dasar yang sama dengan tujuan dasar atau core purposes yang sama. Inilah contoh ketangguhan sosial yang sesunggunya. Tidak ada sinergi antara manusia dengan manusia, atau antara negara dengan negara, namun juga antara manusia dengan Tuhannya, dimana Ia berdiri di tengah sebagai pemimpin segenap suara hati manusia yang fitrah. Inilah kolaborasi Maha dahsyat yang pernah dibuktikan kehebatanya pada abad ketujuh dan kedelaan masehi, ketika zaman keemasan Islam berjaya. Saat itulah Islam melahirkan generasi peretas terbaik bagi seluruh umat manusia-manusia berhati emas dan bermental baja.(Ary Giananjar,2001:359).
Adapun setiap manasik haji sesungguhnya memiliki simbol-simbol yang mengandung hikmah bagi orang yang melaksanakannya. Misalnya:
Ihram: simbol melepas identitas seseorang dari berbagai gelar dan pangkat
Talbiyah: simbol kesiapan menjalankan perintah Allah
Thawaf: hanya kepada Allah tujuan semua ibadah kita
Sa’i: membangun sikap mental yang tahan uji
Wuquf: membangun kesetaraan di hadapan Allah, membuang rasa sombong
Melempar jumrah: simbol perlawanan terhadap hawa nafsu dan gangguan eksternal (setan, jin, manusia)
Menyembelih korban: simbol kepatuhan dan siap berjuang dan berkorban.

C.AKHLAQ
1.Akhlaq terhadap Allah
Sikap batin dan perilaku manusia terhadap Allah dalam rangka memenuhi hak Allah, dan menunaikan kewajiban manusia terhadap Allah.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).
Contoh-contoh Akhlaq terhadap Allah :
1. Beriman dengan benar/tidak musyrik
2. Menjalankan perintah, menjauhi laranganNya
3. Husnu dzan terhadap Allah
4. Membaca (mempelajari) tanda-tanda kekuasaan Allah
5. Syukur atas nikmat Allah
6. Sabar atas cobaan Allah
7. Tawakkal
8. Qana’ah pemberian Allah
9. Rendah diri di hadapan Allah
10.Merasa banyak berdosa

2.Akhlaq terhadap Rasul
Sikap batin dan perilaku umat Rasul dalam rangka memenuhi hak Rasul dan menunaikan kewajiban umat terhadap Rasulnya.
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. (QS: al-Hasyr, 59: 7)
Bentuk Akhlaq terhadap Rasul
1) Meneladani sifat-sifatnya (Shiddiq, amanah, tabligh, fathanah)
2) Memegangi ajaran-ajarannya
3) Menjalankan sunnahnya
4) Mengucapkan shalawat dan salam kepadanya
5) Menghormati keluarganya (ahl al bait)
6) Menghormati shahabat-shahabat, dan pengikutnya

3.Akhlaq terhadap Diri Sendiri
Sikap batin dan perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri baik dari aspek pemenuhan hak asasi/privasi, maupun dari aspek menunaikan kewajiban terhadap diri sendiri. Sebagai pribadi manusia wajib menjaga keselamatan dirinya, baik jasmani maupun rohani, wajib memelihara keduanya secara seimbang dan memperlakukannya secara adil. Kewajiban untuk memenuhi kebutuhan fisik dan mental spiritual adalah mutlak. Bagi manusia yang mengabaikan pemenuhan kebutuhan spiritualnya dan hanya memikirkan dan memuaskan kebutuhan jasmaniyahnya berarti ia tidak adil dan tidak menunaikan kewajibannya sebagai pribadi secara sempurna.

4.Akhlaq terhadap sesama manusia
Akhlaq terhadap guru: Akhlaq terhadap guru dalam ajaran Islam mempunyai posisi yang khas. Dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim banyak dijelaskan tentang hubungan murid dan guru. Keberkahan ilmu yang diperoleh murid antara lain juga karena hubungan yang baik dan serasi yang dijalin oleh murid terhadap gurunya. Sikap menghormati dan menyayangi guru, menuruti nasihatnya dan membuatnya gembira dan bahagia dengan prestasi belajar yang tinggi akan lebih menghasilkan prestasi yang gemilang dan keberkahan, bukan hanya di dunia bahkan sampai ke alam akhirat, karena jika orang tua adalah sebagai penunjang kehidupan jasmani anak dengan sandang, pangan dan papan, sementara guru adalah penunjang kehidupan rohani dan budi pekerti anak. Guru adalah digugu (dipercaya) dan ditiru, dalam al-Qur’an surat al-Kahf dikisahkan tentang bergurunya Nabi Musa dengan Nabi Khidr as.
Akhlaq terhadap tetangga: Islam mengajarkan supaya manusia hidup bertetangga secara baik sabda Nabi saw: “Man kana yu’minu billahi wal yawmil akhiri fal yukrim jarahu.” Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat maka hendaklah memuliakan tetangganya. Nabi juga menganjurkan apabila seseorang hendak pindah rumah, dianjurkan supaya mengecek dulu siapa yang akan menjadi tetangganya. Tetangga terkadang dapat pula berfungsi sebagai keluarga, karena merekalah yang terlebih dulu mengetahui apabila ada peristiwa yang terjadi kepada seseorang sebelum keluarganya sendiri.
Peran rukun tetangga mejadi penting, karena sebagai alat dan sarana untuk saling kenal dan saling bantu, serta saling kontrol jika ada orang yang tidak dikenal masuk ke wilayah tersebut. Rukun tetangga juga berfungsi untuk pengamanan bagi penduduk dan warga yang tinggal disitu, baik yang menyangkut pengamanan harta, jiwa dan raga masyarakat. Tentang tetangga sejauh 40 rumah dari rumah seseorang masih digolongkan tetangga, bahkan Nabi menganjurkan jika memasak dan mungkin tercium aroma masakan tersebut maka hendaklah berbagi dengan tetangga.Islam menekankan kepada orang-orang mukmin agar bersikap simpatik terhadap para tetangganya. Ia dituntut untuk menolong, bekerja sama, atau meminjamkan fasilitas kepada mereka tanpa membedakan status sosial, ras, etnis, warna kulit, agama, dan sebagainya.
Akhlaq terhadap tamu: Islam mengajarkan etika bertamu. Beberapa ayat al-Qur’an berbicara khusus tentang tamu sesuai dengan masing-masing konteksnya. Ada sebuah hadits Nabi Muhammad saw tentang menghormati tamu, Nabi bersabda: “man kana yu’minu billahi wal yawmil akhiri falyukrim dlaifahu.”
Akhlaq yang muda terhadap yang tua, dan yang tua terhadap yang muda: Adat bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang ramah.KeramahtaMahan ditunjukkan antara lain dengan memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Sesungguhnya sikap yang demikian adalah sesuai dengan akhlak atau budi pekerti yang diajarkan Islam. Hadits Nabi saw berbunyi:  laysa minna man lam yarham shaghirana wa lam yuwaqir haqqa kabirana.  Artinya: “Tidaklah sempurna menjadi ummat kami mereka yang tidak menyayangi yang lebih muda dan tidak menunaikan hak/menghormati yang lebih tua.”
Akhlaq terhadap teman sejawat: Berprilaku baik terhadap teman sebaya/sejawat adalah sangat penting, karena banyak hal yang tak dapat dikomunikasikan dengn orang tua, biasanya dapat dengan mudah didiskusikan dengan teman sebaya. Perasaan senasib sepenanggungan karena usia yang relatif sama akan memperlancar komunikasi dan melakukan curhat, oleh karena itu mempunyai akhlaq yang baik terhadap teman sebaya adalah mutlak diperlukan. Rasa saling percaya dan menghargai serta berupaya mendiskusikan alternatif solusi dari masalah yang dihadapi akan sangat menolong dan menimbulkan rasa percaya diri.
Kaum Muslimin dengan sesamanya adalah bersaudara dan menurut hadits Nabi ibarat satu tubuh yang apabila sakit anggota tubuh tertentu, maka seluruh badan terasa sakit.
Dalam sebuah hadits Nabi SAW dijelaskan bahwa: “Hak  seorang Muslim terhadap sesama Muslim  ada enam, apabila berjumpa hendaklah ucapkan salam, jika mengundang penuhilah, jika minta nasihat nasihatilah, jika bersin dan membaca hamdalah maka jawablah, jika sakit ziarahilah, dan jika ia mati antarkanlah ke kuburnya (H.R. Muslim).

5.Akhlaq terhadap Lingkungan
Flora: Menurut Jamaluddin Husein Mahran, penyebutan ini terdapat dalam 112 ayat yang tersebar pada 47 surah, dan terdapat 16 jenis tumbuhan disebut secara tegas dalam al-Qur’an.
Menurut Sayyed Abdul Sattar al-Miliji, ayat-ayat yang berbicara tentang tumbuh-tumbuhan dari berbagai aspeknya berjumlah 115. Para ulama telah banyak melakukan penelitian sehingga mengetahui bahwa manfaat tumbuhan untuk pengobatan adalah sangat besar.
Ayat-ayat tentang tumbuhan dalam konteks menjelaskan berbagai nikmat Allah yang harus disyukuri, kekuasaanNya untuk membangkitkan manusia kembali setelah mati, atau menghidupkan sesuatu dari yang mati dan sebaliknya.
FAUNA: Diantara wawasan al-Qur’an tentang eksistensi binatang adalah:
Sebagai kekuasaan Allah (al-Jatsiyah 45: 4);
Binatang adalah bagian ummat seperti manusia (Al-An’am 6: 38);
Seperti hal nya manusia, binatang juga mendapat rezeki (Hud: 11: 6);
Binatangpun bertasbih memuji Allah (Al-Nur 24: 41);
Binatang sebagai bagian dari kesenangan dunia (Ali ‘Imran 3: 14);
Binatang sebagai perumpamaan yang buruk bagi manusia (yang lalai dari petunjuk Allah) lihat  Al-A’raf 7: 179);
Binatang yang dikaitkan dengan halal untuk dikonsumsi (Al-Ma’idah 5:1);
Binatang untuk berkurban (Al-Hajj 22: 34)
Dilarang berburu binatang dan membunuhnya ketika sedang berhaji (al-Maidah 5: 1)

6.Akhlaq terhadap alam semesta
Manusia menjadi bagian dari alam yang harus memperhatikan etika terhadap alam itu sendiri. Manusia tidak dapat hidup tanpa alam, namun manusia diberi tugas mengelola alam dengan etika sebagai khalifah Allah. Ketergantungan manusia dengan alam tidak sama dengan ketergantungannya dengan Allah, karena itu manusia wajib hanya bergantung pada Allah bukan pada alam yang sama dengan diri sendiri yang diciptakan oleh Allah.

7.Akhlaq terhadap kehidupan
Etika sosial budaya: interaksi untuk membangun nilai-norma-kerarifan lokal yang sejalan dengan ajaran Islam   
Etika politik: strategi mengelola negara, pemerintahan untuk kesejahteraan warganya dengan prinsip-prinsip yang bersumber dari niali-nilai Islam
Etika ekonomi: Cara memperoleh, mengelola dan mendistribusikan harta sesuai dengan prinsip-prinsip Islam
Etika hukum: penghargaan terhadap hukum, kepatuhan menjalankan hukum, penegakan hukum dalam berbagai situasi sesuai dengan ajaran Islam
Etika pertahanan dan keamanan: mempertahankan yang haq dengan cara yang benar dan dengan etika sesuai dengan aturan dan nilai-nilai Islam.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Popular Post

Blogger templates

Diberdayakan oleh Blogger.

Pages - Menu

Blogger templates

Blogger templates

- Copyright © CURUG LAWE -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -