Posted by : Unknown Jumat, 17 Mei 2013



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Pada awalnya orang tua dan keluarga adalah “sekolah” pertama bagi anak. Anak yang lahir bersih seperti kertas putih itu akan mendapat celupan warna dari orang tua dan orang-orang dekat atau keluarga. Dalam perkembangannya anak membutuhkan peran orang tua antara lain sebagai pemelihara kesehatan mental dan fisik, peletak dasar kepribadian yang baik, pembimbing, pemberi fasilitas dan motifator untuk mengembangkan diri, menciptakan suasana nyaman dan kondusif bagi pengembangan diri anak.[1]
Dalam pandangan syari’at Islam, anak merupakan amanat yang dibebankan oleh Allah SWT kepada orang tuanya, maka dari itu orang tua berkewajiban untuk menjaga dan memelihara serta menyampaikan amanat itu kepada yang berhak yaitu anak. Karena manusia adalah milik Allah SWT, mereka harus mengantarkan anaknya melalui pendidikan untuk mengenal dan menghadapkan diri kepada Allah.[2] Pendidikan itu berlangsung seumur hidup,maka prosesnya dapat dilakukan dalam keluarga, masyarakat, lembaga-lembaga formal dan non formal.[3]
Orang tua sebagai pendidik dalam keluarga harus memperhatikan dalam memberikan kasih sayangnya, jangan berlebih-lebihan dan jangan pula kurang. Oleh karena itu orang tua harus pandai dan tepat dalam memberikan kasih sayang yang dibutuhkan oleh anaknya. Kalau pendidik dalam hal ini adalah orang tuatidak mendidik dan memelihara anak akhirnya anak akan terjerumus ke dalamkenistaan, maka orang tua juga akan menerima akibatnya baik kehidupan di duniamaupun akhirat.

Pendidikan di dalam keluarga yang baik adalah yang mau memberikan dorongan kuat kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan agama. Pendidikan dalam keluarga mempunyai pengaruh yang positif di mana lingkungan keluarga memberikan dorongan atau memberikan motivasi dan rangsangan kepada anak untuk menerima, memahami, meyakini serta mengamalkan ajaran Islam.[4]
Tanggung jawab itu terletak di atas pundak para orang tua sehingga anak-anak terhindar dari kerugian, keburukan, dan api neraka yang senantiasa menantikan manusia yang jauh dari Allah swt. Allah swt. telah mengisyaratkan hal itu dalam firmannya:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ  
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(Q.S. At-Tahrim/66 : 6)[5]
Dari ayat di atas jelas bahwa semata-mata mengakui beriman saja belumlah cukup. Iman mestilah dipelihara dan dipupuk, terutama sekali dengan dasar iman hendaklah orang menjaga keselamatan diri dan seisi rumah tangga janganlah esok masuk kedalam neraka yang sangat panas dan siksa yang sangat besar itu, disertai jadi penyala dari api neraka.[6]
Oleh karena itu, maka seseorang yang beriman tidak boleh pasif, artinya berdiam diri menunggu-nunggu saja, yaitu supaya memelihara diri sendiri lebih dulu agar jangan masuk neraka, setelah itu memelihara keluarganya yang terdiri dari istri, anak, saudara, kerabat, sahaya wanita dan sahaya laki-laki untuk taat kepada Allah. Dan kamu larang dirimu beserta semua orang yang berada di bawah tanggung jawabmu untuk tidak melakukan kemaksiatan kepada Allah. Kamu ajari dan didik mereka serta pimpin mereka dengan perintah Allah. Kamu perintahkan mereka untuk melaksanakannya dan kamu bantu mereka dalam merealisasikannya. Bila kamu melihat ada yang berbuat maksiat kepada Allah, maka cegah dan larang mereka. Ini merupakan kewajiban setiap muslim yaitu mengajarkan kepada orang yang berada di bawah tanggung jawabnya segala sesuatu yang telah diwajibkan dan dilarang oleh Allah Ta‟ala kepada mereka.[7]
Anak adalah merupakan amanat dari Allah SWT kepada orang tua agar dibimbing, dididik supaya menjadi anak yang berbakti dan menjadi anak yang sholeh, sehingga orang tua dalam memberikan bimbingan atau pendidikan kepada anak-anaknya harus hati-hati, karena mereka cenderung meniru perbuatan orang tuanya. Dengan kata lain, kewajiban bagi keluarga lebih-lebih bapak dan ibu untuk selalu membimbing dan mengarahkan anak agar memiliki wawasan yang luas dan menjadikan anak yang bermoral. Dalam hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang artinya :
“Hajib bin Walid menceritakan kepadaku, Muhammad bin Harb‟ dari Zubaidi dari Zuhri, Sa‟id bin Musayab dari Abi Hurairoh mengatakan kepadaku bahwa Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani maupun seorang Majusi. Sebagaimana seekor binatang yang melahirkan seekor anak tanpa cacat, apakah kamu merasakan terdapat yang terpotong hidungnya? kemudian Abu hurairoh berkata “bacalah jika kalian berkehendak”: (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah Rasuluulah bersabda Tidaklah seorang bayi itu dilahirkan melainkan dalam keadaan fitroh”.(H.R.,Muslim )[8]
Keluarga atau orang tualah yang pertama dan utama memberikan dasardasar pendidikan seperti pendidikan agama , budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar mematuhi peraturan-peraturan, menanamkan kebiasaan-kebiasaan, dan lain-lain sebagainya.[9]
Dalam pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga, anak akan memperoleh pengalaman pertama yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak selanjutnya. Dari penyelidikan para ahli, pengalaman pada masa anak-anak dapat mempengaruhi perkembangan individu dalam hidupnya. Kehidupan emosional atau kebutuhan rasa kasih sayang anak dapat terjamin dengan baik, hal ini disebabkan karena adanya hubungan darah antara pendidik dan anak didik, karena orang tua hanya menghadapi sedikit anak didik dan karena hubungan tadi atas rasa kasih sayang yang murni.[10]
Dari uraian di atas, maka pendidikan dalam keluarga itu sangat penting. Dewasa ini banyak orang tua, bahkan tidak tahu akan kewajibannya terhadap anak-anak dalam keluarga, mereka lebih condong untuk sibuk dengan dirinya sendiri dan pekerja‟annya tanpa meluangkan waktu dalam hal pendidikan dan perkembangan kepribadian untuk anak-anaknya, padahal penanaman nilai-nilai budi pekerti itu lahir dari keluarga yakni orang tua sebagai pendidik tunggal dalam lingkungan keluarga. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat tema tersebut dengan mengambil judul skripsi “PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK DALAM AL-QUR‟AN SURAT LUQMAN AYAT 12-19.”

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana pembentukan akhlak anak dalam Q.S. Luqman ayat 12-19?
C.     Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dari pokok permasalahan yang telah dirumuskan diatas maka tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui konsep pembentukan akhlak anak dalam surat Luqman ayat 12-19.
Dari tujuan dinatas, penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai bagi ;
1.      Peneliti, meningkatkan wawasan yang lebih komprehensif terhadap pemahaman konsep pembentukan akhlak anak menurut Q.S. Luqman ayat 12-19 dari berbagai sudut pandang para ulama tafsir.
2.      Orang tua, dapat diaplikasikan dalam sikap dan perilaku yang islami di dalam kehidupan nyata.
3.      Masyarakat, sebagai i’tibar bagi manusia agar tetap berpegang teguh pada ajaran agama Islam yaitu Al-Qur‟an.
D.     Kajian Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini peneliti menggali informasi dari penelitianpenelitian sebelumnya sebagai bahan perbandingan, baik mengenai kekurangan atau kelebihan yang sudah ada. Selain itu, peneliti juga menggali informasi dari buku-buku maupun skripsi dalam rangka mendapatkan suatu informasi yang ada sebelumnya tentang teori yang berkaitan dengan judul yang digunakan untuk memperoleh landasan teori ilmiah.
Dalam skripsi yang dituliskan oleh mahasiswa jurusan PAI Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Ahmad Zainudin yang berjudul “Tanggung Jawab Orang Tua dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Anak ; Kajian Terhadap Surat at-Tahrim ayat 06, menyimpulkan bahwa :
1.      Keberhasilan proses pendidikan anak dalam keluarga sangat tergantung pada peran dan tanggung jawab keluarga itu sendiri. Di mana orang tua sebagai inti dari keluarga memiliki peranan yang sangat penting, dialah yang bertanggung jawab penuh terhadap proses pendidikan anak dalam keluarga, sehingga dapat dikatakan bahwa keberhasilan proses pendidikan anak dalam keluarga sangat tergantung pada bagaimana orang tua melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya tersebut.
Pendidikan anak dalam keluarga sebagai terkandung dalam surat al-Tahrim ayat 6 adalah pendidikan yang dilakukan oleh orang tua (bapak, ibu) dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi (fitrah) anak-anaknya, menuju terbentuknya kepribadian yang utama, yaitu pribadi yang mampu menentukan masa depan dirinya, masyarakat, bangsa dan agamanya. Karena anak merupakan amanah Allah kepada orang tua yang harus dirawat, dipelihara dan dididik dengan penuh kasih sayang.[11]
2.      Tanggung jawab orang tua dalam keluarga yang diperoleh dari al-Qur‟an surat at-Tahrim ayat 6 mempunyai implikasi pada pendidikan anak yang meliputi: perkembangan jasmani dan rohani anak, rasa kasih sayang anak serta perhatian anak, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sebagaimana yang diharapkan oleh orang tua selaku pendidik dalam keluarga. Orang tua harus memperhatikan pendidikan anak-anaknya dengan mengacu dan berdasarkan kepada syari‟at Islam dalam menerapkan pendidikan bagi anaknya. Adapun materi yang terkandung di dalamnya secara garis besar meliputi akidah, syari‟ah dan akhlak. Dalam hal ini orang tua bisa menggunakan beberapa metode di antaranya adalah metode keteladanan/contoh, pembiasaan, nasehat, perhatian/pengawasan dan hukuman. Adapun penerapan metode ini disesuaikan dengan materi yang akan diberikan serta tingkatan perkembangan anak itu sendiri. Untuk mendapatkan tanggapan positif dari anak, pendidik (orang tua) harus memiliki sifat-sifat antara lain ikhlas, takwa, ilmu, penyabar, dan rasa tanggung jawab dalam mendidik anak. Selain itu, prinsip-prinsip dasar dalam mendidik anak yang meliputi prinsip ikatan dan peringatan, di mana kedua itu akan saling memperkuat satu sama lain.
Dalam skripsi yang ditulis oleh Yusrina, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Pemebentukan Akhlak Siswa di SMP YPI Cempaka Putih Bintaro”,menyimpulkan bahwa adanya pengaruh Pendidikan Agama Islam terhadap pembentukan akhlak siswa SMP YPI Cempaka Putih Bintaro dan tidak adanyapengaruh nilai mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang didapatnya disekolah terhadap pembentukan akhlak siswa SMP Ypi Bintaro, baik yang mendapatkan nilai tertinggi maupun yang mendapatkan nilai terendah. Semua pengaruh ini tidak terlepas dari peran aktif sekolah atau guru Pendidikan Agama Islam yang menanamkan nilai-nilai agama di dalam diri siswanya, dengan harapan agar terbentuknya akhlak dan tingkah laku yang baik sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.[12]
Skripsi yang ditulis oleh Baha‟udin, Mahasiswa jurusan PAI IAIN Walisongo Semarang, dengan judul “Konsepsi Abdulloh Nashih Ulwan tentang Metode Pendidikan Moral Anak Dalam Keluarga” (Telaah Kitab Tarbiyatul Aulad fil Islam) menyimpulkan bahwa pendidikan moral harus menggunakan teknik yang sesuai agar mencapai keberhasilan yang optimal. Untuk itu dibutuhkan dukungan faktor seperti pendidik, anak didik, metode dan tujuan. Menurut Ulwan, metode yang harus digunakan oleh para pendidik termasuk orang tua sebagaimana yang diterapkan oleh Nabi Muhamad SAW, dalam mendidik putra-putri dan para sahabatnya, adalah:
1.      Pendidikan dengan keteladanan
2.      Pendidikan dengan adat kebiasaan
3.      Pendidikan dengan nasihat
4.      Pendidikan dengan memberi perhatian
5.      Pendidikan dengan memberikan hukuman
Metode-metode yang ditawarkan Ulwan itu efektif, hal ini dapat ditinjau dari kajian psikologis, sosiologis, dan religius.
1.      Secara psikologis yaitu anak mempunyai rasa imitasi yang tinggi, untuk itu bagi orang tua (pendidik) agar dapat memberikan keteladanan, nasehat dan hukuman yang mendidik.
2.       Dari perspektif sosiologis, bahwa manusia merupakan manusia yang mendidik dan harus di didik, anak harus di didik agar perkembangannya berjalan lancar.
3.      Tinjauan religius yaitu orang tua harus menjaga amanat dari Allah SWT sebaik mungkin, karena keselamatan keluarganya berada dalam tanggung jawabnya.[13]
E.      Kerangka Teori
Dalam Al-Qur‟an juga telah dijelaskan bahwa Allah telah memberikan i’tibar melalui Luqman al-Hakim sebagai sosok seorang pendidik dalam memberikan pendidikan kepada anaknya. Dalam ayat 12 diterangkan bahwa Allah telah memberikan hikmah, akal, paham dan memberikan petunjuk untuk memperoleh ma‟rifat yang benar kepada Luqman. Oleh karena itu, Luqman menjadi seorang yang hakim (mempunyai hikmah). Ini memberikan pengertian bahwa anjuran Luqman yang disampaikan kepada anaknya berupa ajaran-ajaran hikmah, bukan dari wahyu. Hal ini didasarkan pada pendapat yang benar bahwa Luqman adalah seorang hakim (orang bijak, filosof) dan bukan Nabi. Orang yang mensyukuri nikmat Allah maka sebenarnya dia bersyukur untuk kepentingan dirinya sendiri, sebab Allah akan memberikan pahala yang banyak dan melepaskan dari siksa.[14]
Pada ayat 13 ada kata ya’izhuhu ( ) yang terambil dari kata wa’zd( ) yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati.Luqman memulai nasihatnya dengan seruan menghindari syirik sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud Allah yang Esa.[15]
Dalam ayat 14 ini, digambarkan bagaimana payah ibu mengandung, payah bertambah payah. Payah sejak dari mengandung bulan pertama, bertambah payah tiap bertambah bulan dan sampai di puncak kepayahan di waktu anak dilahirkan.Lemah sekujur badan ketika menghajan anak keluar, kemudia mengasuh, menyusukan, memomong, menjaga, memelihara sakit senangnya. Dalam ujung ayat ini, dianjurkan untuk bersyukur, syukur yang pertama ialah kepada Allah. Karena semua itu berkat rahmat Allah belaka. Setelah itu bersyukurlah kepada kedua orang tuamu, ibu yang mengasuh dan ayah yang membela dan melindungi ibu dan melindungi anak-anaknya, ayah yang berusaha mencari sandang dan pangan setiap hari.[16]
Pada ayat yang ke-15 ini menerangkan bahwa dalam hal tertentu, seorang anak dilarang menaati ibu bapaknya jika mereka memerintahkannya untuk menyukutukan Allah, yang dia sendiri memang tidak mengetahui bahwa Allah mempunyai sekutu, karena memang tidak ada sekutu bagi-Nya. Sepanjang pengetahuan manusia, Allah tidak mempunyai sekutu. Karena menurut naluri, manusia harus mengesakan Tuhan.[17]
Pada ayat 16 Luqman melanjutkan wasiatnya dengan memberikan perumpamaan, yaitu walaupun perbuatan baik dan perbuatan buruk itu sekalipun beratnya hanya sebiji sawi dan berada di tempat yang tersembunyi, niscaya perbuatan itu akan dikemukakan oleh Allah SWT kelak di hari kiamat, yaitu pada hari ketika Allah meletakan timbangan amal perbuatan yang tepat, kemudian pelakunya akan menerima pembalasan amal perbuatannya, apabila amalnya itu baik maka balasannya akan baik pula dan apabila amalnya buruk maka balasannya pun akan buruk pula.[18]
Pada ayat 17 ini, Lukman mewasiatkan kepada anaknya hal-hal berikut :
a.       Selalu mendirikan sholat dengan sebaik-baiknya, sehingga diridai Allah. Jika sholat yang dikerjakan itu diridai Allah, perbuatan keji dan perbuatan mungkar dapat dicegah, jiwa menjadi bersih, tidak ada kekhawatiran terhadap diri orang itu, dan mereka tidak akan bersedih hati jika ditimpa cobaan, dan merasa dirinya semakin dekat dengan Tuhannya.
b.      Berusaha mengajak manusia mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang diridai Allah, berusaha membersihkan jiwa, dan mencapai keberuntungan, serta mencegah mereka agar tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa.
c.       Selalu bersabar dan tabah terhadap segala macam cobaan yang menimpa, akibat dari mengajak manusia berbuat baik dan meninggalkan perbuatan yang mungkar, baik cobaan itu dalam bentuk kesenangan dan kemegahan, maupun dalam bentuk kesengsaraan dan penderitaan.[19]
Pada ayat 18 dari surat Luqman terdapat kata Ash-Sha’ru, artinya penyakit yang menimpa onta sehingga membengkokan lehernya. Pengguna‟an gaya bahasa seperti ini dalam Al-Qur‟an bertujuan agar manusia tidak meniru gerakan Ashsha’ru ini yang berarti gerakan sombong seperti berjalan dengan membusungka dada, dan memalingkan muka dari manusia karena sombong dan merasa tinggi hati. Pada ayat yang selanjutnya kata Al-Qosdu yang mempunyai makna maksud dan tujuan, jadi berjalan itu harus selalu tertuju kepada maksud dan tujuan yang ditargetkan pencapaianya. Sehingga, gaya berjalan itu tidak menyimpang, sombong, dan mengada-ada. Namun harus ditujukan guna meraih maksudnya dengan sederhana dan bebas.[20]
Ayat di atas menjelaskan tentang nasihat Luqman al-Hakim yangmencakup pokok-pokok pendidikan.  Di sana ada akidah, syari‟at dan akhlak, tiga unsur ajaran al-Qur‟an. Di sana ada akhlak terhadap Allah, terhadap pihak lain, dan terhadap diri sendiri. Ada juga perintah moderasi yang merupakan ciri dari segala macam kebajikan serta perintah bersabar, yang merupakan syarat mutlak meraih sukses, duniawi dan ukhrowi. Demikian Luqman al-Hakim mendidik anaknya bahkan memberi tuntunan kepada siapapun yang ingin menulusuri jalan kebajikan.[21]
F.      Metode Penulisan
Usaha untuk memproses data ataupun informasi yang diperlukan dilakukan dalam penulisan ini disusun sebagai berikut:

1.      Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan ,dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.[22] Jadi dalam penelitian ini mencari konsep tentang pembentukan akhlak anak dalam surat Luqman ayat 12-19 dari berbagai kitab tafsir yang merupakan interpretasi para mufasir dalam memahami maksud, isi dan kandungan yang ada dalam surat Luqman ayat 12-19 sehingga akan dapat mempermudah dalam kajian ini. Selanjutnya untuk memberi penjelasan atau penafsiran terhadap ayat tersebut, melalui metode studi pustaka (library research), maka langkah yang ditempuh adalah dengan cara membaca, memahami serta menelaah buku-buku, baik berupa kitab-kitab tafsir maupun sumber-sumber lain yang berkenaan dengan permasalahan yang ada, kemudian dianalisa.
2.      Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini, yaitu tafsir al-Qur‟an surat Luqman ayat 12-19 seperti: Tafsir Fi zhilalil Qur’an karangan Sayyid Quthb, Tafsir Al Bayan karya tengku Muhamad Hasby Ashiediqy, Tafsir Ibnu Katsiir karya Abil Fida‟ Ismail bin Katsiir Addamasyqiy, Tafsir al Kabir karya Imam Fakhrudin, Tafsir Al-Qur’anul majid An-Nur karya Tengku muhamad Hasby Ashiediqy, Tafsir Al Mishbah karya M. Quraish Shihab dan Tafsir al Maraghi karya Ahmad Musthafa al Maraghi. Kemudian dilengkapi dengan buku-buku lain yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi pokok bahasan skripsi ini. Antara lain : buku yang berjudul “Pendidikan Keluarga Dalam Perspektif Islam” karya Dr. Nur Ahid, M.Ag., “Pendidikan Keluarga Berbasis Pesantren” karya Mahfud Junaedi, “Pendidikan Agama Dalam Keluarga” karya Ahmad Tafsir, buku yang berjudul “Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islaml” karya Dr. Mansur, M.A., dan buku–buku lain yang bersangkutan dengan pembahasan skripsi ini.
3.      Pendekatan Penelitian
Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan pendekatan  kontekstual, yaitu “mendudukkan keterkaitan antara yang sentral dengan yang perifer adalah terapannya, yang sentral adalah studi tentang ayat-ayat Qur‟aniah, dan yang perifer adalah studi tentang ayat-ayat Kauniah (buktibuktidalam kehidupan manusia dan alam)”.[23] Dengan pendekatan kontekstual ini diharapkan makna konsep pendidikan keluarga yang ada dalam surat Luqman ayat 12-19 tidak hanya dapat dimengerti dan dipahami, akan tetapi dapat diterapkan dalam kehidupan nyata, sehingga dengan konsep pendidikan keluarga pendidikan yang dalam hal ini adalah orang tua benar-benar dapat menjalankan fungsi edukatifnya dalam keluarga.
4.      Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menganalisis data dengan menggunakan :
a.       Metode tahlili
Adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur‟an dari seluruh aspeknya, dimulai dengan menguraikan arti kosakata yang diikuti dengan penjelasan mengenai arti ayat secara global, kemudian mengemukakan munasabah (korelasi) ayat ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain dilanjutkan dengan membahas asbab al-nuzul (latar belakang turunnya ayat) dan dalil-dalil yang berasal Rasul, atau sahabat, atau para tabi‟in yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannya, dan sering pula bercampur baur dengan pembahasan kebahasaan dan lainnya yang dipandang dapat membantu memahami nash al-Qur‟an tersebut.[24] Menurut Nashrudin Baidan, bahwa metode tafsir tahlili adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnyasesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat ayat tersebut.[25]
Sesuai dengan analisis yang penulis gunakan, penulis dalam penelitian ini menggunakan berbagai referensi berusaha menjelaskan makna yang terkandung dalam surat Luqman ayat 12-19 secara menyeluruh dan berurutan dari ayat ke ayat berikutnya, dan juga mengungkapkan arti kosa katanya, sebab turunnya, serta munasabah (korelasi) surat Luqman dengan surat atau ayat sebelum atau sesudahnya. Setelah itu, selanjutnya penulis berusaha mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari pada anak. Dengan memiliki konsep pendidikan keluarga sebagaimana yang terkandung dalam surat Luqman ayat 12-19 tersebut, diharapkan para orang tua mampu memberikan pendidikan kepada anaknya sebagai pendidikan yang pertama dan utama.
Metode ini juga berperan untuk mencari makna yang tersurat, selain itu juga mencari makna yang tersirat serta mengkaitkan hal-hal yang terkait yang sifatnya logik teoritik, etik dan transendental.[26] Metode ini digunakan dalam rangka mencari kandungan surat Luqman ayat 12-19 tentang konsep pendidikan keluarga dalam pembentukan akhlak anak.
b.      Analisis Isi (Content Analisis)
Guna mencari jawaban dari permasalahan yang ada di atas, penulis menggunakan metode Analisis Isi (Content Analisis) dalam penelitian ini. Menurut B. Berelson sebagaimana dikutip oleh Hasan Sadily, metode Analisis Isi (Content Analisis) adalah suatu teknik penyelidikan yang berusaha untuk menguraikan secara objektif, sistematik dan kuantitatif isi yang termanifestasikan dalam suatu komunikasi.[27]
5.      Sistematika Pembahasan
Untuk dapat dipahami urutan dan pola berpikir dari tulisan ini, maka skripsi disusun dalam lima bab. Setiap bab merefleksikan muatan isi yang satu sama lain saling berkesinambungan. Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi dalam lima pokok pikiran yang masing-masing termuat dalam bab yang berbeda-beda. Secara rinci masingmasing bab akan membahas tentang hal-hal sebagai berikut :
Bab I : PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfa‟at penelitian, kajian pustaka, metode penulisan penelitian dan sistematikapembahasan.
Bab II : DESKRIPSI DAN ASBAB AL-NUZUL SURAT LUQMAN AYAT 12-19
Pada bab ini peneliti akan memaparkan hasil penelitian yang berupa telaah Al – Quran surat Luqman ayat 12-19 dengan metode tahlili yang meliputi : deskripsi surat Luqman ayat 12-19 yang meliputi mufradat, asbab an-nuzul, munasabah ayat.
Bab III : TAFSIR SURAT LUQMAN AYAT 12-19
Pada bab ini, peneliti akan menguraikan tentang tema penelitian yang meliputi Profil Luqman al Hakim, Tafsir surat Luqman ayat 12-19
Bab IV : ANALISIS PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK MENURUT AL-QUR‟AN SURAT LUQMAN AYAT 12-19
Pada bab ini peneliti akan menjelaskan hasil analisispenelitian tentang pengertian akhlak, nilai pendidikan dalamsurat Luqman ayat 12-19, pembentukan akhlak anak menurut surat Luqman ayat 12-19.
Bab V : PENUTUP
Pada bab ini merupakan bagian penutup skripsi yang terdiri dari kesimpulan, saran dan penutup.


[1] Partini, Pengantar Pendidikan Usia Dini, (Yogyakarta; Grafindo Litera media; 2010), hlm. 55
[2] Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996), hlm. 103
[3]  Zainudin et.,all., Pendidikan Islam dari Paradigama Klasik hingga Kontemporer,(Malang: UIN Malang Press, 2009), hlm. 59
[4] Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar; 2009), hlm.
318-319
[5] Soenarjo, et.al., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta; CV. Karya Insan Indonesia; 2002), hlm.820
[6] Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid 10, (Singapura: Pustaka Nasional, 1990), hlm. 7508.
[7] Muhammad Nasib Arrifa‟i, Kemudahan dari Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2000), hlm. 751.
[8] Imam Abi Al-Husaini Muslim bin Al-Hajjaji Al-Qusyairy An-Naisabury, Shahih Muslim, Juz IV,(Beirut Libanon: Dar-Ahya‟ Al-Turatsi Al-„Arabi, t.th.), hlm. 2047
[9] Sahara Idris, Dasar-Dasar Kependidikan, (Padang; Ankasa raya;1987), hlm. 36
[10] Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm.75
[11] Ahmad Zainuddin, “Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Keluarga dan Iplikasinya Terhadap Pendidikan Anak: Kajian Tehadap Surat At-Tahrim ayat 06”, Skripsi, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2006), hlm. 60
[12] Yusrina, Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembentukan Akhlak Siswa di SMP YPI Cempaka Putih Bintaro, Skripsi, (Jakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah, 2006), hlm. 69
[13] Baha‟udin, “Konsepsi Abdulloh Nashih Ulwan tentang Metode Pendidikan Moral Anak Dalam Keluarga: Telaah Kitab Tarbiyatul Aulad fil Islam”, Skripsi, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo), hlm. 62
[14] M. Abdul Ghofar dan Abu Ihsan al-Atsari, Tafsir Ibnu Katsir, Terj. Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsiir, (Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi‟i, 2008), hlm. 3260
[15] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 127
[16] Hamka, Tafsir Al-Azhar, ( Jakarta: P.T. Pustaka Panjimas, 1998), hlm. 129.
[17] Ahsin Sakho Muhammad, et al., Al-qur’an dan Tafsirnya , (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm. 552-554
[18] Ahmad Mustafa Al-Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: Toha Putra, 1992), hlm. 157-158
[19] Ahsin Sakho Muhammad, et al., Al-qur’an dan Tafsirnya , (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm. 555
[20] Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Terj. As‟ad Yasin dan Abdul Aziz Salim basyarahil, Di Bawah Naungan Al-Qur‟an, (Jakarta : Gema Insani Press, 2002), Jilid XXI, Hlm. 177
[21] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta;Lentera Hati, 2002), Hlm. 312-313.
[22] Lexy j. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT Remaja Offset Rosda Karya, 2011), hlm. 6
[23] Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), hlm.178.
[24] Abdul al Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu’iy Sebuah Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 12
[25] Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 31
[26] Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, hlm. 65
[27] Hasan Sadily, Ensiklopedia (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeva, 1980) hlm. 207

{ 1 komentar... read them below or add one }

Welcome to My Blog

Popular Post

Blogger templates

Diberdayakan oleh Blogger.

Pages - Menu

Blogger templates

Blogger templates

- Copyright © CURUG LAWE -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -